Diberdayakan oleh Blogger.

AL-Qur'an Dan AL-Hadist

IP

Wikipedia

Hasil penelusuran

Membaca Al-Qur'an Online

Total Tayangan Halaman

Cari Blog Ini

Konten/artikel apa yang paling kamu suka ?

buku tamu

Hamster GDC

PINGUIN GDC

Tambak lele GDC

Kura-kura GDC

Laporan cuaca

Text Widget

Sample Text

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *

Pengikut

Pengunjung

Flag Counter

Pages

Blogroll

Blogger templates


Senin, 21 Oktober 2013

Al-Abadillah

Abu Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu 
(wafat 74 H)
Abu Sa’id Al-Khudri adalah orang ke tujuh yang banyak meriwayatkan hadist dari Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. Telah meriwayatkan 1.170 hadits.
Orang orang pernah memintanya agar mengizinkan mereka menulis hadits hadits yang mereka dengar darinya. Ia menjawab “ Jangan sekali kali kalian menulisnya dan jangan kalian menjadikan sebagai bacaan, tetapi hapalkan sebagaimana aku menghapalnya”.

Abi Sa’id lebih dikenal dengan nama aslinya adalah Sa’ad bin Malik bin Sinan. Ayahnya Malik bin Sinan syahid dalam peperangan Uhud, Ia seorang Khudri nasabnya bersambung dengan Khudrah bin Auf al-Harits bin al-Khazraj yang terkenal dengan julukan “Abjar”.
Ketika perang Uhud pecah, ayahnya (malik) membawanya kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam dan meminta agar anaknya diikutkan dalam peperangan. Pada waktu itu Jabir masih berusia 13 tahun, namun ayahnya menyanjung kekuatan tubuh anaknya:” Dia bertulang besar ya Rasulullah” tetapi, Rasulullah tetap menganggapnya masih kecil dan menyuruh membawanya pulang.

Abu Sa’id al-Khudri adalah salah seorang diantara para sahabat yang melakukan bai’at kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam mereka berikrar tidak akan tergoyahkan oleh cercaan orang dalam memperjuangkan agama Allah Subhanahu wa ta’ala, mereka tergabung dalam kelompok Abu Dzarr al-Ghifari, Sahl bin Sa’ad, Ubaidah bin ash Shamit dan Muhammad bin Muslimah.

Abu Sa’id al-Khudri bersama Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam dalam perang Bani Musthaliq, perang Khandaq dan perang perang sesudahnya, secara keseluruhan ia mengikuti 12 kali peperangan.

Riwayatnya dari para sahabat lain banyak sekali namun sumber yang paling terkenal adalah bapaknya sendiri Malik bin Sinan, saudaranya seibu Qatadah bin an-Nu’man, Abu Bakan, Umar, Utsman, Ali, Abu Musa al-Asy’ari, Zaid bin Tsabit dan Abdullah bin Salam.
Sedangkan orang orang yang meriwayatkan hadits darinya adalah anaknya sendiri Aburahman, istrinya Zainab bin Ka’ab bin Ajrad, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas, Abu Thufail, Nafi’ dan Ikramah.

Abu sa’id membawa putranya Abdurahman ke tanah pemakaman Baqi, dan berpesan agar ia nanti dimakamkan di bagian jauh dari tempat itu. Katanya: “ Wahai anakku, apabila aku meninggal dunia kelak, kuburkanlah aku disana, Jangan engkau buat tenda untuk, jangan engkau mengiringi Jenazahku dengan membawa api, Jangan engkau tangisi aku dengan meratap-ratap, dan jangan memberitahukan seorangpun tentang diriku”.
Kemudian ia beliau wafat pada tahun 74 H

Disalin dari Biografi Abu Sa’id dalam Tahdzib at Tahdzib 3/49

Abu Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu

Posted by Unknown  |  No comments

Al-Abadillah

Abu Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu 
(wafat 74 H)
Abu Sa’id Al-Khudri adalah orang ke tujuh yang banyak meriwayatkan hadist dari Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. Telah meriwayatkan 1.170 hadits.
Orang orang pernah memintanya agar mengizinkan mereka menulis hadits hadits yang mereka dengar darinya. Ia menjawab “ Jangan sekali kali kalian menulisnya dan jangan kalian menjadikan sebagai bacaan, tetapi hapalkan sebagaimana aku menghapalnya”.

Abi Sa’id lebih dikenal dengan nama aslinya adalah Sa’ad bin Malik bin Sinan. Ayahnya Malik bin Sinan syahid dalam peperangan Uhud, Ia seorang Khudri nasabnya bersambung dengan Khudrah bin Auf al-Harits bin al-Khazraj yang terkenal dengan julukan “Abjar”.
Ketika perang Uhud pecah, ayahnya (malik) membawanya kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam dan meminta agar anaknya diikutkan dalam peperangan. Pada waktu itu Jabir masih berusia 13 tahun, namun ayahnya menyanjung kekuatan tubuh anaknya:” Dia bertulang besar ya Rasulullah” tetapi, Rasulullah tetap menganggapnya masih kecil dan menyuruh membawanya pulang.

Abu Sa’id al-Khudri adalah salah seorang diantara para sahabat yang melakukan bai’at kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam mereka berikrar tidak akan tergoyahkan oleh cercaan orang dalam memperjuangkan agama Allah Subhanahu wa ta’ala, mereka tergabung dalam kelompok Abu Dzarr al-Ghifari, Sahl bin Sa’ad, Ubaidah bin ash Shamit dan Muhammad bin Muslimah.

Abu Sa’id al-Khudri bersama Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam dalam perang Bani Musthaliq, perang Khandaq dan perang perang sesudahnya, secara keseluruhan ia mengikuti 12 kali peperangan.

Riwayatnya dari para sahabat lain banyak sekali namun sumber yang paling terkenal adalah bapaknya sendiri Malik bin Sinan, saudaranya seibu Qatadah bin an-Nu’man, Abu Bakan, Umar, Utsman, Ali, Abu Musa al-Asy’ari, Zaid bin Tsabit dan Abdullah bin Salam.
Sedangkan orang orang yang meriwayatkan hadits darinya adalah anaknya sendiri Aburahman, istrinya Zainab bin Ka’ab bin Ajrad, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas, Abu Thufail, Nafi’ dan Ikramah.

Abu sa’id membawa putranya Abdurahman ke tanah pemakaman Baqi, dan berpesan agar ia nanti dimakamkan di bagian jauh dari tempat itu. Katanya: “ Wahai anakku, apabila aku meninggal dunia kelak, kuburkanlah aku disana, Jangan engkau buat tenda untuk, jangan engkau mengiringi Jenazahku dengan membawa api, Jangan engkau tangisi aku dengan meratap-ratap, dan jangan memberitahukan seorangpun tentang diriku”.
Kemudian ia beliau wafat pada tahun 74 H

Disalin dari Biografi Abu Sa’id dalam Tahdzib at Tahdzib 3/49

03.17 Share:

0 komentar:

Sabtu, 12 Oktober 2013

Al-Abadillah

Jabir bin Abdullah Radhiyallahu ‘anhu 
(wafat 74 H)

     Jabir bin Abdullah meriwayatkan 1.540 hadist
, Ayahnya bernama Abdullah bin Amr bin Hamran Al-Anshari as-Salami.

     Ia bersama ayahnya dan seorang pamannya mengikuti Bai’at al-‘Aqabah kedua di antara 70 sahabat anshar yang berikrar akan membantu menguatkan dan menyiarkan agama Islam, Jabir juga mendapat kesempatan ikut dalam peperangan yang dilakukan oleh Nabi, kecuali perang Badar dan Perang Uhud, karena dilarang oleh ayahku. Setelah Ayahku terbunuh, aku selalu ikut berperang bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam.

     Jabir bin Abdullah pernah melawat ke Mesir dan Syam dan banyak orang menimba ilmu darinya dimanapun mereka bertemu dengannya. Di Masjid Nabi Madinah ia mempunyai kelompok belajar , disini orang orang berkumpul untuk mengambil manfaat dari ilmu dan ketakwaan.
Ia wafat di Madinah pada tahun 74 H. Abbas bin Utsman penguasa madinah pada waktu itu ikut mensholatkannya.

     Sanad terkenal dan paling Shahih darinya adalah yang diriwayatkan oleh penduduk Makkah melalui jalur Sufyan bin Uyainah, dari Amr bin Dinar, dari Jabir bin Abdullah.

(biografi jabir dalam Al-Ishabah 1/213 dan Tahdzib al-Asma 1/142)

Jabir bin Abdullah Radhiyallahu ‘anhu

Posted by Unknown  |  No comments

Al-Abadillah

Jabir bin Abdullah Radhiyallahu ‘anhu 
(wafat 74 H)

     Jabir bin Abdullah meriwayatkan 1.540 hadist
, Ayahnya bernama Abdullah bin Amr bin Hamran Al-Anshari as-Salami.

     Ia bersama ayahnya dan seorang pamannya mengikuti Bai’at al-‘Aqabah kedua di antara 70 sahabat anshar yang berikrar akan membantu menguatkan dan menyiarkan agama Islam, Jabir juga mendapat kesempatan ikut dalam peperangan yang dilakukan oleh Nabi, kecuali perang Badar dan Perang Uhud, karena dilarang oleh ayahku. Setelah Ayahku terbunuh, aku selalu ikut berperang bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam.

     Jabir bin Abdullah pernah melawat ke Mesir dan Syam dan banyak orang menimba ilmu darinya dimanapun mereka bertemu dengannya. Di Masjid Nabi Madinah ia mempunyai kelompok belajar , disini orang orang berkumpul untuk mengambil manfaat dari ilmu dan ketakwaan.
Ia wafat di Madinah pada tahun 74 H. Abbas bin Utsman penguasa madinah pada waktu itu ikut mensholatkannya.

     Sanad terkenal dan paling Shahih darinya adalah yang diriwayatkan oleh penduduk Makkah melalui jalur Sufyan bin Uyainah, dari Amr bin Dinar, dari Jabir bin Abdullah.

(biografi jabir dalam Al-Ishabah 1/213 dan Tahdzib al-Asma 1/142)

02.59 Share:

0 komentar:

Kamis, 10 Oktober 2013

Al-Abadillah
 
 

Abu Harairah Radhiyallahu ‘anhu (wafat 57 H)
   
    Abu Hurairah adalah sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadist Nabi Shallallahu alaihi wassalam , ia meriwayatkan hadist sebanyak 5.374 hadist.

    Abu Hurairah memeluk Islam pada tahun 7 H, tahun terjadinya perang Khibar, Rasulullah sendirilah yang memberi julukan “Abu Hurairah”, ketika beliau sedang melihatnya membawa seekor kucing kecil. Julukan dari Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam itu semata karena kecintaan beliau kepadanya.

   Allah Subhanahu wa ta’ala mengabulkan doa Rasulullah agar Abu Hurairah dianugrahi hapalan yang kuat. Ia memang paling banyak hapalannya diantara para sahabat lainnya.
Pada masa Umar bin Khaththab menjadi Khalifah, Abu Hurairah menjadi pegawai di Bahrain, karena banyak meriwayatkan hadist Umar bin Khaththab pernah menantangnya dan ketika Abu Hurairah meriwayatkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wassalam :” Barangsiapa berdusta mengatasnamakanku dengan sengaja, hendaklah ia menyediakan pantatnya untuk dijilat api neraka”. Kalau begitu kata Umar, engkau boleh pergi dan menceritakan hadist.

    Syu’bah bin al-Hajjaj memperhatikan bahwa Abu Hurairah meriwayatkan dari Ka’ab al-Akhbar dan meriwayatkan pula dari Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam, tetapi ia tidak membedakan antara dua riwayatnya tersebut. Syu’bah pun menuduhnya melakukan tadlis, tetapi Bisyr bin Sa’id menolak ucapan Syu’bah tentang Abu Hurairah. Dan dengan tegas berkata: Bertakwalah kepada allah dan berhati hati terhadap hadist. Demi Allah, aku telah melihat kita sering duduk di majelis Abu Hurairah. Ia menceritakan hadist Rasulullah dan menceritakan pula kepada kita riwayat dari Ka’ab al-Akhbar. Kemudian dia berdiri, lalu aku mendengar dari sebagian orang yang ada bersama kita mempertukarkan hadist Rasulullah dengan riwayat dari Ka’ab. Dan yang dari Ka’ab menjadi dari Rasulullah.”. Jadi tadlis itu tidak bersumber dari Abu Hurairah sendiri, melainkan dari orang yang meriwayatkan darinya.

    Cukupkanlah kiranya kita mendengar kan dari Imam Syafi’I :” Abu Hurairah adalah orang yang paling hapal diantara periwayat hadist dimasanya”.

    Marwan bin al-Hakam pernah mengundang Abu Hurairah untuk menulis riwayat darinya, lalu ia bertanya tentang apa yang ditulisnya, lalu Abu Hurairah menjawab :” Tidak lebih dan tidak kurang dan susunannya urut”.

    Abu Hurairah meriwayatkan hadist dari /abu Bakar, Umar, Utsman, Ubai bin Ka’ab, Utsman bin Za’id, Aisyah dan sahabat lainnya.

    Sedangkan jumlah orang yang meriwayatkan darinya melebihi 800 orang, terdiri dari para sahabat dan tabi’in. diantara lain dari sahabat yang diriwayatkan adalah Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar, Jabir bin Abdullah, dan Anas bin Malik, sedangkan dari kalangan tabi’in antara lain Sa’id bin al-Musayyab, Ibnu Sirin, Ikrimah, Atha’, Mujahid dan Asy-Sya’bi.
Sanad paling shahih yang berpangkal daripadanya adalah Ibnu Shihab az-Zuhr, dari Sa’id bin al-Musayyab, darinya (Abu Hurairah).

     Adapun yang paling Dlaif adalah as-Sari bin Sulaiman, dari Dawud bin Yazid al-Audi dari bapaknya (Yazid al-Audi) dari Abu Hurairah.
Ia wafat pada tahun 57 H di Aqiq.

Disalin dari Biografi Abu Hurairah dalam Al-Ishabah Ibn Hajar Asqalani No. 1179, Tahdzib al ‘asma: An-Nawawi 2/270

Abu Harairah Radhiyallahu ‘anhu

Posted by Unknown  |  No comments

Al-Abadillah
 
 

Abu Harairah Radhiyallahu ‘anhu (wafat 57 H)
   
    Abu Hurairah adalah sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadist Nabi Shallallahu alaihi wassalam , ia meriwayatkan hadist sebanyak 5.374 hadist.

    Abu Hurairah memeluk Islam pada tahun 7 H, tahun terjadinya perang Khibar, Rasulullah sendirilah yang memberi julukan “Abu Hurairah”, ketika beliau sedang melihatnya membawa seekor kucing kecil. Julukan dari Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam itu semata karena kecintaan beliau kepadanya.

   Allah Subhanahu wa ta’ala mengabulkan doa Rasulullah agar Abu Hurairah dianugrahi hapalan yang kuat. Ia memang paling banyak hapalannya diantara para sahabat lainnya.
Pada masa Umar bin Khaththab menjadi Khalifah, Abu Hurairah menjadi pegawai di Bahrain, karena banyak meriwayatkan hadist Umar bin Khaththab pernah menantangnya dan ketika Abu Hurairah meriwayatkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wassalam :” Barangsiapa berdusta mengatasnamakanku dengan sengaja, hendaklah ia menyediakan pantatnya untuk dijilat api neraka”. Kalau begitu kata Umar, engkau boleh pergi dan menceritakan hadist.

    Syu’bah bin al-Hajjaj memperhatikan bahwa Abu Hurairah meriwayatkan dari Ka’ab al-Akhbar dan meriwayatkan pula dari Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam, tetapi ia tidak membedakan antara dua riwayatnya tersebut. Syu’bah pun menuduhnya melakukan tadlis, tetapi Bisyr bin Sa’id menolak ucapan Syu’bah tentang Abu Hurairah. Dan dengan tegas berkata: Bertakwalah kepada allah dan berhati hati terhadap hadist. Demi Allah, aku telah melihat kita sering duduk di majelis Abu Hurairah. Ia menceritakan hadist Rasulullah dan menceritakan pula kepada kita riwayat dari Ka’ab al-Akhbar. Kemudian dia berdiri, lalu aku mendengar dari sebagian orang yang ada bersama kita mempertukarkan hadist Rasulullah dengan riwayat dari Ka’ab. Dan yang dari Ka’ab menjadi dari Rasulullah.”. Jadi tadlis itu tidak bersumber dari Abu Hurairah sendiri, melainkan dari orang yang meriwayatkan darinya.

    Cukupkanlah kiranya kita mendengar kan dari Imam Syafi’I :” Abu Hurairah adalah orang yang paling hapal diantara periwayat hadist dimasanya”.

    Marwan bin al-Hakam pernah mengundang Abu Hurairah untuk menulis riwayat darinya, lalu ia bertanya tentang apa yang ditulisnya, lalu Abu Hurairah menjawab :” Tidak lebih dan tidak kurang dan susunannya urut”.

    Abu Hurairah meriwayatkan hadist dari /abu Bakar, Umar, Utsman, Ubai bin Ka’ab, Utsman bin Za’id, Aisyah dan sahabat lainnya.

    Sedangkan jumlah orang yang meriwayatkan darinya melebihi 800 orang, terdiri dari para sahabat dan tabi’in. diantara lain dari sahabat yang diriwayatkan adalah Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar, Jabir bin Abdullah, dan Anas bin Malik, sedangkan dari kalangan tabi’in antara lain Sa’id bin al-Musayyab, Ibnu Sirin, Ikrimah, Atha’, Mujahid dan Asy-Sya’bi.
Sanad paling shahih yang berpangkal daripadanya adalah Ibnu Shihab az-Zuhr, dari Sa’id bin al-Musayyab, darinya (Abu Hurairah).

     Adapun yang paling Dlaif adalah as-Sari bin Sulaiman, dari Dawud bin Yazid al-Audi dari bapaknya (Yazid al-Audi) dari Abu Hurairah.
Ia wafat pada tahun 57 H di Aqiq.

Disalin dari Biografi Abu Hurairah dalam Al-Ishabah Ibn Hajar Asqalani No. 1179, Tahdzib al ‘asma: An-Nawawi 2/270

21.28 Share:

0 komentar:

Rabu, 04 September 2013


     Masa muda merupakan masa sempurnanya pertumbuhan fisik dan kekuatan seorang manusia. Maka ini merupakan nikmat besar dari Allah Ta’ala yang seharusnya dimanfaatkan dengan sebaik-sebaiknya untuk amal kebaikan guna meraih ridha Allah Ta’ala. Dan sebagimana nikmat-nikmat besar lainnya dalam diri manusia, nikmat inipun nantinya akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman,

{أَلا يَظُنُّ أُولَئِكَ أَنَّهُمْ مَبْعُوثُونَ. لِيَوْمٍ عَظِيمٍ. يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ}
Tidakkah mereka itu yakin, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, pada suatu hari yang besar (dasyat), (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Rabb semesta alam (Allah Ta’ala)” (QS al-Muthaffifiin: 4-6).

    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak akan bergesar kaki seorang manusia dari sisi Allah, pada hari kiamat (nanti), sampai dia ditanya (dimintai pertanggungjawaban) tentang lima (perkara): tentang umurnya untuk apa dihabiskannya, masa mudanya digunakan untuk apa, hartanya dari mana diperoleh dan ke mana dibelanjakan, serta bagaimana di mengamalkan ilmunya”[1].
Akan tetapi bersamaan dengan itu, masa muda adalah masa yang penuh dengan godaan untuk memperturutkan hawa nafsu. Seorang pemuda yang sedang dalam masa pertumbuhan fisik maupun mental, banyak mengalami gejolak dalam pikiran maupun jiwanya, yang ini sering menyebabkan dia mengalami keguncangan dalam hidup dan berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan diri dari berbagai masalah tersebut[2].

    Dalam kondisi seperti ini, tentu peluang untuk terjerumus ke dalam keburukan dan kesesatan yang dibisikkan oleh setan sangat besar sekali, apalagi Iblis yang telah bersumpah di hadapan Allah U bahwa dia akan menyesatkan manusia dari jalan-Nya dengan semua cara yang mampu dilakukannya, tentu dia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini.

Allah Ta’ala berfirman,
{قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لأقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ. ثُمَّ لآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ}
Iblis berkata: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalangi-halangi) manusia dari jalan-Mu yang lurus. Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka, dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat)” (QS al-A’raaf: 16-17).

    Di sinilah terlihat peran besar agama Islam sebagai petunjuk yang diturunkan oleh Allah Ta’ala kepada umat manusia untuk kebaikan dan kemaslahatan hidup mereka di dunia dan akhirat.
Agama Islam sangat memberikan perhatian besar kepada upaya perbaikan mental para pemuda. Karena generasi muda hari ini adalah para pemeran utama di masa mendatang, dan mereka adalah pondasi yang menopang masa depan umat ini.

    Oleh karena itulah, banyak ayat al-Qur’an dan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menghasung kita untuk membina dan mengarahkan para pemuda kepada kebaikan. Karena jika mereka baik maka umat ini akan memiliki masa depan yang cerah, dan generasi tua akan digantikan dengan generasi muda yang shaleh, insya Allah[3].

Pemuda yang dijanjikan akan mendapatkan naungan Allah Ta’ala
    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِى ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ … وَشَابٌّ نَشَأَ فِى عِبَادَةِ رَبِّهِ»
Ada tujuh golongan manusia yang akan dinaungi oleh Allah dalam naungan (Arsy-Nya) pada hari yang tidak ada naungan (sama sekali) kecuali naungan-Nya: …Dan seorang pemuda yang tumbuh dalam ibadah (ketaatan) kepada Allah …”[4].

    Hadits yang agung ini menunjukkan betapa besarnya perhatian Islam terhadap hal-hal yang mendatangkan kebaikan bagi seorang pemuda muslim sekaligus menjelaskan keutamaan besar bagi seorang pemuda yang memiliki sifat yang disebutkan dalam hadits ini.

    Syaikh Salim al-Hilali berkata: “(Hadits ini menunjukkan) keutamaan pemuda yang tumbuh dalam dalam ketaatan kepada Allah, sehingga dia selalu menjauhi perbuatan maksiat dan keburukan”[5].
Imam Abul ‘Ula al-Mubarakfuri berkata: “(Dalam hadits ini) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengkhusukan (penyebutan) “seorang pemuda” karena (usia) muda adalah (masa yang) berpotensi besar untuk didominasi oleh nafsu syahwat, disebabkan kuatnya pendorong untuk mengikuti hawa nafsu pada diri seorang pemuda, maka dalam kondisi seperti ini untuk berkomitmen dalam ibadah (ketaatan) kepada Allah (tentu) lebih sulit dan ini menunjukkan kuatnya (nilai) ketakwaan (dalam diri orang tersebut)”[6].

Dalam hadits lainnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَيَعْجَبُ مِنَ الشَّابِّ لَيْسَتْ لَهُ صَبْوَةٌ»
“Sesungguhnya Allah Ta’ala benar-benar kagum terhadap seorang pemuda yang tidak memliki shabwah[7].
Artinya: pemuda yang tidak memperturutkan hawa nafsunya, dengan dia membiasakan dirinya melakukan kebaikan dan berusaha keras menjauhi keburukan[8].

   Inilah sosok pemuda muslim yang dicintai oleh Allah Ta’ala dan pandai mensyukuri nikmat besar yang Allah Ta’ala anugrahkan kepadanya, serta mampu berjuang menundukkan hawa nafsunya pada saat-saat tarikan nafsu sedang kuat-kuatnya menjerat seorang manusia. Ini tentu merupakan hal yang sangat sulit dan berat, maka wajar jika kemudian Allah Ta’ala memberikan balasan pahala dan keutamaan besar baginya.

Bimbingan Islam untuk meluruskan akhlak para pemuda
    Syaikh Muhammad bin Shaleh al-‘Utsaimin berkata, “Sesungguhnya sebab-sebab (yang mendukung terjadinya) penyimpangan dan (banyak) masalah (di kalangan) para pemuda sangat banyak dan bermacam-macam, karena manusia di masa remaja akan mengalami pertumbuhan besar pada fisik, pikiran dan akalnya. Karena masa remaja adalah masa pertumbuhan, sehingga timbullah perubahan yang sangat cepat (pada dirinya). Oleh karena itulah, dalam masa ini sangat dibutuhkan tersedianya sarana-sarana untuk membatasi diri, mengekang nafsu dan pengarahan yang bijaksana untuk menuntun ke jalan yang lurus”[9].
    Kemudian syaikh al-‘Utsaimin menjelaskan sebab-sebab yang harus ditempuh untuk memperbaiki ahklak para pemuda berdasarkan petunjuk agama Islam[10], di antaranya adalah:

1. Memanfaatkan waktu luang secara maksimal
    Waktu luang bisa menjadi penyakit yang membinasakan pikiran, akal dan potensi fisik manusia, karena diri manusia harus beraktifitas dan berbuat. Jika diri manusia tidak beraktifitas maka pikirannya akan beku, akalnya akan buntu dan aktifitas dirinya akan lemah, sehingga hatinya akan dikuasai bisikan-bisikan pemikiran buruk, yang terkadang akan melahirkan keinginan-keinginan buruk…
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ»
“Ada dua nikmat (dari Allah Ta’ala) yang kurang diperhatikan oleh banyak manusia (yaitu) kesehatan dan waktu luang”[11].
Untuk mengatasi hal ini, hendaknya seorang pemuda berupaya (untuk mengisi waktu luangnya) dengan kegiatan yang cocok (dan bermanfaat) untuknya, seperti membaca, menulis, berwiraswasta atau kegiatan lainnya, untuk menghindari kekosongan aktifitas dirinya, dan menjadikannya sebagai anggota masyarakat yang berbuat (kebaikan) untuk dirinya dan orang lain.

2. Memilih teman bergaul yang baik
    Hal ini sangat mempengaruhi akal, pikiran dan tingkah laku para pemuda. Oleh karena itulah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
المرء على دين خليله، فلينظر أحدكم من يخالل
“Seorang manusia akan mengikuti agama teman dekatnya, maka hendaknya salah seorang darimu melihat siapa yang dijadikan teman dekatnya”[12].
Dalam hadits lain, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perumpamaan teman duduk (bergaul) yang baik dan teman duduk (bergaul) yang buruk (adalah) seperti pembawa (penjual) minyak wangi dan peniup al-kiir (tempat menempa besi), maka penjual minyak wangi bisa jadi dia memberimu minyak wangi, atau kamu membeli (minyak wangi) darinya, atau (minimal) kamu akan mencium aroma yang harum darinya. Sedangkan peniup al-kiir (tempat menempa besi) bisa jadi (apinya) akan membakar pakaianmu atau (minimal) kamu akan mencium aroma yang tidak sedap darinya”[13].
Hadits yang mulia ini menunjukkan keutamaan duduk dan bergaul dengan orang-orang yang baik akhlak dan tingkah lakunya, karena pengaruh baik yang ditimbulkan dengan selalu menyertai mereka, sekaligus menunjukkan larangan bergaul dengan orang-orang yang buruk akhlaknya dan pelaku maksiat karena pengaruh buruk yang ditimbulkan dengan selalu menyertai mereka[14].
Oleh karena itu, hendaknya seorang pemuda berusaha mencari teman bergaul orang-orang yang baik dan shaleh serta berakal, agar dia bisa mengambil manfaat dari kebaikan, keshalehan dan akalnya. Maka hendaknya seorang pemuda menimbang keadaan orang-orang yang akan dijadikan teman bergaulnya, dengan meneliti keadaan dan akhlak mereka.

3. Memilih sumber bacaan yang baik dan bermanfaat
    Mengkonsumsi sumber-sumber bacaan yang merusak, baik berupa artikel, surat kabar, majalah dan lain-lain, akan menyebabkan pendangkalan akidah dan agama seseorang, serta menjerumuskannya ke dalam jurang kebinasaan, kekafiran dan keburukan akhlak. Khususnya jika pemuda tersebut tidak memiliki latar belakang pendidikan agama yang kuat dan pola pikir yang benar untuk dapat membedakan antara yang benar dan yang salah, serta yang bermanfaat dan membinasakan.
Untuk mengatasi masalah ini, hendaknya seorang pemuda menjauhi sumber-sumber bacaan tersebut, dan beralih kepada sumber-sumber bacaan lain yang akan menumbuhkan dalam hatinya kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta menyuburkan keimanan dan amal shaleh dalam dirinya. Dan hendaknya dia bersabar dalam melakukan semua itu, karena hawa nafsunya akan menuntut dia dengan keras untuk kembali membaca bacaan-bacaan yang telah biasa dikonsumsinya, dan menjadikannya bosan serta jenuh untuk membaca bacaan-bacaan lain yang bermanfaat. Ibaratnya seperti orang yang berusaha melawan hawa nafsunya untuk melaksanakan ketaatan kepada Allah, tapi nafsunya enggan dan selalu ingin melakukan perbuatan yang sia-sia dan salah.
Sumber bacaan bermanfaat yang paling penting adalah al-Qur’an dan kitab-kitab tafsir yang berisi riwayat-riwayat tafsir yang shahih dan penafsiran akal yang benar. Demikian juga hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian kitab-kitab yang ditulis oleh para ulama ahlus sunnah berdasarkan dua sumber hukum Islam ini.

Penutup
    Demikianlah, semoga tulisan ringkas ini bermanfaat dan menjadi motivasi bagi kaum muslimin, terutama para pemuda, untuk mengusahakan kebaikan bagi dirinya dan membiasakan dirinya untuk selalu menetapi amal shaleh dan ibadah kepada Allah Ta’ala, agar mereka termasuk ke dalam golongan orang-orang yang mendapatkan keutamaan dan kemuliaan besar dari Allah Ta’ala, sebagimana dalam hadits-hadits yang tersebut di atas.

وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, MA
Artikel www.muslim.or.id

[1] HR at-Tirmidzi (no. 2416) dan lain-lain, dinyatakan hasan oleh syaikh al-Albani. [2] Lihat keterangan syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin dalam kitab “Min musykilaatisy syabaab” (hal. 5).
[3] Ibid (hal. 6).
[4] HSR al-Bukhari (no. 1357) dan Muslim (no. 1031).
[5] Kitab “Bahjatun naazhiriin” (1/445).
[6] Kitab “Tuhfatul ahwadzi” (7/57).
[7] HR Ahmad (2/263), ath-Thabrani dalam “al-Mu’jamul kabir” (17/309) dan lain-lain, dinyatakan shahih dengan berbagai jalurnya oleh syaikh al-Albani dalam “ash-Shahiihah” (no. 2843).
[8] Lihat kitab “Faidhul Qadiir” (2/263).
[9] Kitab “Min musykilaatisy syabaab” (hal. 12).
[10] Ibid (hal. 12-16) dengan ringkas dan tambahan dari penulis.
[11] HSR al-Bukhari (no. 6049).
[12] HR Abu Dawud (no. 4833), at-Tirmidzi (no. 2378) dan al-Hakim (4/189), dinyatakan shahih oleh al-Hakim dan disepakati oleh adz-Dzahabi, serta dihasankan oleh syaikh al-Albani.
[13] HSR al-Bukhari (no. 5214) dan Muslim (no. 2628).
[14] Lihat kitab “Syarhu shahiihi Muslim” (16/178) dan “Faidhul Qadiir” (3/4).
==========

Pemuda yang Mendapatkan Naungan Allah

Posted by Unknown  |  No comments


     Masa muda merupakan masa sempurnanya pertumbuhan fisik dan kekuatan seorang manusia. Maka ini merupakan nikmat besar dari Allah Ta’ala yang seharusnya dimanfaatkan dengan sebaik-sebaiknya untuk amal kebaikan guna meraih ridha Allah Ta’ala. Dan sebagimana nikmat-nikmat besar lainnya dalam diri manusia, nikmat inipun nantinya akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman,

{أَلا يَظُنُّ أُولَئِكَ أَنَّهُمْ مَبْعُوثُونَ. لِيَوْمٍ عَظِيمٍ. يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ}
Tidakkah mereka itu yakin, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, pada suatu hari yang besar (dasyat), (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Rabb semesta alam (Allah Ta’ala)” (QS al-Muthaffifiin: 4-6).

    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak akan bergesar kaki seorang manusia dari sisi Allah, pada hari kiamat (nanti), sampai dia ditanya (dimintai pertanggungjawaban) tentang lima (perkara): tentang umurnya untuk apa dihabiskannya, masa mudanya digunakan untuk apa, hartanya dari mana diperoleh dan ke mana dibelanjakan, serta bagaimana di mengamalkan ilmunya”[1].
Akan tetapi bersamaan dengan itu, masa muda adalah masa yang penuh dengan godaan untuk memperturutkan hawa nafsu. Seorang pemuda yang sedang dalam masa pertumbuhan fisik maupun mental, banyak mengalami gejolak dalam pikiran maupun jiwanya, yang ini sering menyebabkan dia mengalami keguncangan dalam hidup dan berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan diri dari berbagai masalah tersebut[2].

    Dalam kondisi seperti ini, tentu peluang untuk terjerumus ke dalam keburukan dan kesesatan yang dibisikkan oleh setan sangat besar sekali, apalagi Iblis yang telah bersumpah di hadapan Allah U bahwa dia akan menyesatkan manusia dari jalan-Nya dengan semua cara yang mampu dilakukannya, tentu dia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini.

Allah Ta’ala berfirman,
{قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لأقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ. ثُمَّ لآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ}
Iblis berkata: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalangi-halangi) manusia dari jalan-Mu yang lurus. Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka, dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat)” (QS al-A’raaf: 16-17).

    Di sinilah terlihat peran besar agama Islam sebagai petunjuk yang diturunkan oleh Allah Ta’ala kepada umat manusia untuk kebaikan dan kemaslahatan hidup mereka di dunia dan akhirat.
Agama Islam sangat memberikan perhatian besar kepada upaya perbaikan mental para pemuda. Karena generasi muda hari ini adalah para pemeran utama di masa mendatang, dan mereka adalah pondasi yang menopang masa depan umat ini.

    Oleh karena itulah, banyak ayat al-Qur’an dan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menghasung kita untuk membina dan mengarahkan para pemuda kepada kebaikan. Karena jika mereka baik maka umat ini akan memiliki masa depan yang cerah, dan generasi tua akan digantikan dengan generasi muda yang shaleh, insya Allah[3].

Pemuda yang dijanjikan akan mendapatkan naungan Allah Ta’ala
    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِى ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ … وَشَابٌّ نَشَأَ فِى عِبَادَةِ رَبِّهِ»
Ada tujuh golongan manusia yang akan dinaungi oleh Allah dalam naungan (Arsy-Nya) pada hari yang tidak ada naungan (sama sekali) kecuali naungan-Nya: …Dan seorang pemuda yang tumbuh dalam ibadah (ketaatan) kepada Allah …”[4].

    Hadits yang agung ini menunjukkan betapa besarnya perhatian Islam terhadap hal-hal yang mendatangkan kebaikan bagi seorang pemuda muslim sekaligus menjelaskan keutamaan besar bagi seorang pemuda yang memiliki sifat yang disebutkan dalam hadits ini.

    Syaikh Salim al-Hilali berkata: “(Hadits ini menunjukkan) keutamaan pemuda yang tumbuh dalam dalam ketaatan kepada Allah, sehingga dia selalu menjauhi perbuatan maksiat dan keburukan”[5].
Imam Abul ‘Ula al-Mubarakfuri berkata: “(Dalam hadits ini) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengkhusukan (penyebutan) “seorang pemuda” karena (usia) muda adalah (masa yang) berpotensi besar untuk didominasi oleh nafsu syahwat, disebabkan kuatnya pendorong untuk mengikuti hawa nafsu pada diri seorang pemuda, maka dalam kondisi seperti ini untuk berkomitmen dalam ibadah (ketaatan) kepada Allah (tentu) lebih sulit dan ini menunjukkan kuatnya (nilai) ketakwaan (dalam diri orang tersebut)”[6].

Dalam hadits lainnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَيَعْجَبُ مِنَ الشَّابِّ لَيْسَتْ لَهُ صَبْوَةٌ»
“Sesungguhnya Allah Ta’ala benar-benar kagum terhadap seorang pemuda yang tidak memliki shabwah[7].
Artinya: pemuda yang tidak memperturutkan hawa nafsunya, dengan dia membiasakan dirinya melakukan kebaikan dan berusaha keras menjauhi keburukan[8].

   Inilah sosok pemuda muslim yang dicintai oleh Allah Ta’ala dan pandai mensyukuri nikmat besar yang Allah Ta’ala anugrahkan kepadanya, serta mampu berjuang menundukkan hawa nafsunya pada saat-saat tarikan nafsu sedang kuat-kuatnya menjerat seorang manusia. Ini tentu merupakan hal yang sangat sulit dan berat, maka wajar jika kemudian Allah Ta’ala memberikan balasan pahala dan keutamaan besar baginya.

Bimbingan Islam untuk meluruskan akhlak para pemuda
    Syaikh Muhammad bin Shaleh al-‘Utsaimin berkata, “Sesungguhnya sebab-sebab (yang mendukung terjadinya) penyimpangan dan (banyak) masalah (di kalangan) para pemuda sangat banyak dan bermacam-macam, karena manusia di masa remaja akan mengalami pertumbuhan besar pada fisik, pikiran dan akalnya. Karena masa remaja adalah masa pertumbuhan, sehingga timbullah perubahan yang sangat cepat (pada dirinya). Oleh karena itulah, dalam masa ini sangat dibutuhkan tersedianya sarana-sarana untuk membatasi diri, mengekang nafsu dan pengarahan yang bijaksana untuk menuntun ke jalan yang lurus”[9].
    Kemudian syaikh al-‘Utsaimin menjelaskan sebab-sebab yang harus ditempuh untuk memperbaiki ahklak para pemuda berdasarkan petunjuk agama Islam[10], di antaranya adalah:

1. Memanfaatkan waktu luang secara maksimal
    Waktu luang bisa menjadi penyakit yang membinasakan pikiran, akal dan potensi fisik manusia, karena diri manusia harus beraktifitas dan berbuat. Jika diri manusia tidak beraktifitas maka pikirannya akan beku, akalnya akan buntu dan aktifitas dirinya akan lemah, sehingga hatinya akan dikuasai bisikan-bisikan pemikiran buruk, yang terkadang akan melahirkan keinginan-keinginan buruk…
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ»
“Ada dua nikmat (dari Allah Ta’ala) yang kurang diperhatikan oleh banyak manusia (yaitu) kesehatan dan waktu luang”[11].
Untuk mengatasi hal ini, hendaknya seorang pemuda berupaya (untuk mengisi waktu luangnya) dengan kegiatan yang cocok (dan bermanfaat) untuknya, seperti membaca, menulis, berwiraswasta atau kegiatan lainnya, untuk menghindari kekosongan aktifitas dirinya, dan menjadikannya sebagai anggota masyarakat yang berbuat (kebaikan) untuk dirinya dan orang lain.

2. Memilih teman bergaul yang baik
    Hal ini sangat mempengaruhi akal, pikiran dan tingkah laku para pemuda. Oleh karena itulah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
المرء على دين خليله، فلينظر أحدكم من يخالل
“Seorang manusia akan mengikuti agama teman dekatnya, maka hendaknya salah seorang darimu melihat siapa yang dijadikan teman dekatnya”[12].
Dalam hadits lain, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perumpamaan teman duduk (bergaul) yang baik dan teman duduk (bergaul) yang buruk (adalah) seperti pembawa (penjual) minyak wangi dan peniup al-kiir (tempat menempa besi), maka penjual minyak wangi bisa jadi dia memberimu minyak wangi, atau kamu membeli (minyak wangi) darinya, atau (minimal) kamu akan mencium aroma yang harum darinya. Sedangkan peniup al-kiir (tempat menempa besi) bisa jadi (apinya) akan membakar pakaianmu atau (minimal) kamu akan mencium aroma yang tidak sedap darinya”[13].
Hadits yang mulia ini menunjukkan keutamaan duduk dan bergaul dengan orang-orang yang baik akhlak dan tingkah lakunya, karena pengaruh baik yang ditimbulkan dengan selalu menyertai mereka, sekaligus menunjukkan larangan bergaul dengan orang-orang yang buruk akhlaknya dan pelaku maksiat karena pengaruh buruk yang ditimbulkan dengan selalu menyertai mereka[14].
Oleh karena itu, hendaknya seorang pemuda berusaha mencari teman bergaul orang-orang yang baik dan shaleh serta berakal, agar dia bisa mengambil manfaat dari kebaikan, keshalehan dan akalnya. Maka hendaknya seorang pemuda menimbang keadaan orang-orang yang akan dijadikan teman bergaulnya, dengan meneliti keadaan dan akhlak mereka.

3. Memilih sumber bacaan yang baik dan bermanfaat
    Mengkonsumsi sumber-sumber bacaan yang merusak, baik berupa artikel, surat kabar, majalah dan lain-lain, akan menyebabkan pendangkalan akidah dan agama seseorang, serta menjerumuskannya ke dalam jurang kebinasaan, kekafiran dan keburukan akhlak. Khususnya jika pemuda tersebut tidak memiliki latar belakang pendidikan agama yang kuat dan pola pikir yang benar untuk dapat membedakan antara yang benar dan yang salah, serta yang bermanfaat dan membinasakan.
Untuk mengatasi masalah ini, hendaknya seorang pemuda menjauhi sumber-sumber bacaan tersebut, dan beralih kepada sumber-sumber bacaan lain yang akan menumbuhkan dalam hatinya kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta menyuburkan keimanan dan amal shaleh dalam dirinya. Dan hendaknya dia bersabar dalam melakukan semua itu, karena hawa nafsunya akan menuntut dia dengan keras untuk kembali membaca bacaan-bacaan yang telah biasa dikonsumsinya, dan menjadikannya bosan serta jenuh untuk membaca bacaan-bacaan lain yang bermanfaat. Ibaratnya seperti orang yang berusaha melawan hawa nafsunya untuk melaksanakan ketaatan kepada Allah, tapi nafsunya enggan dan selalu ingin melakukan perbuatan yang sia-sia dan salah.
Sumber bacaan bermanfaat yang paling penting adalah al-Qur’an dan kitab-kitab tafsir yang berisi riwayat-riwayat tafsir yang shahih dan penafsiran akal yang benar. Demikian juga hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian kitab-kitab yang ditulis oleh para ulama ahlus sunnah berdasarkan dua sumber hukum Islam ini.

Penutup
    Demikianlah, semoga tulisan ringkas ini bermanfaat dan menjadi motivasi bagi kaum muslimin, terutama para pemuda, untuk mengusahakan kebaikan bagi dirinya dan membiasakan dirinya untuk selalu menetapi amal shaleh dan ibadah kepada Allah Ta’ala, agar mereka termasuk ke dalam golongan orang-orang yang mendapatkan keutamaan dan kemuliaan besar dari Allah Ta’ala, sebagimana dalam hadits-hadits yang tersebut di atas.

وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, MA
Artikel www.muslim.or.id

[1] HR at-Tirmidzi (no. 2416) dan lain-lain, dinyatakan hasan oleh syaikh al-Albani. [2] Lihat keterangan syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin dalam kitab “Min musykilaatisy syabaab” (hal. 5).
[3] Ibid (hal. 6).
[4] HSR al-Bukhari (no. 1357) dan Muslim (no. 1031).
[5] Kitab “Bahjatun naazhiriin” (1/445).
[6] Kitab “Tuhfatul ahwadzi” (7/57).
[7] HR Ahmad (2/263), ath-Thabrani dalam “al-Mu’jamul kabir” (17/309) dan lain-lain, dinyatakan shahih dengan berbagai jalurnya oleh syaikh al-Albani dalam “ash-Shahiihah” (no. 2843).
[8] Lihat kitab “Faidhul Qadiir” (2/263).
[9] Kitab “Min musykilaatisy syabaab” (hal. 12).
[10] Ibid (hal. 12-16) dengan ringkas dan tambahan dari penulis.
[11] HSR al-Bukhari (no. 6049).
[12] HR Abu Dawud (no. 4833), at-Tirmidzi (no. 2378) dan al-Hakim (4/189), dinyatakan shahih oleh al-Hakim dan disepakati oleh adz-Dzahabi, serta dihasankan oleh syaikh al-Albani.
[13] HSR al-Bukhari (no. 5214) dan Muslim (no. 2628).
[14] Lihat kitab “Syarhu shahiihi Muslim” (16/178) dan “Faidhul Qadiir” (3/4).
==========

23.10 Share:

0 komentar:

Senin, 02 September 2013



Dalam tahammul `ilm (cara menerima hadits lihat Bab Tahammul al-Ilm : Studies in Hadith Methodology & Literature karya Dr. MM. Azamy, Guru Besar Universitas Riyadh di Saudi Arabia) dikenal delapan cara :


(1) As sama' : Guru membacakan pada murid (digunakan pada periode awal sahabat).

(2) 'Ard/Qiroah : Murid membacakan pada guru (kemudian mulai umum digunakan setelah assama')

Jumhur Ulama salaf (sahabat/tabiin) menyebutkan cara yang pertama lebih utama dibanding cara yang kedua, namun ada ulama setelah tabiut tabi'in yang menyebutkan bahwa kedua cara tersebut mempunyai nilai yang sama, antara lain Imam Thahawi (wafat 328 H) yang menuliskan dalam sebuah kitab tentang kesejajaran kedua metode tersebut. (Azamy hal. 45)

(3) Ijazah : mengizinkan seseorang untuk meriwayatkan hadits/kitab berdasarkan otoritas/wewenang (ulama yg punya kitab) tanpa dibacakan (muncul setelah abad ke 3, misal si A mengizinkan B menyampaikan sahih Bukhori maka B harus menemukan/ memakai salinan sahih Bukhori yang berisi sertifikat yang memuat nama si A).

Contoh : Jaman sekarang dilakukan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani (wafat 1420 H / 1999 M) mendapatkan otoritas utk menyampaikan hadits berdasarkan Ijazah dari gurunya Allamah Shaykh Muhammad Raghib at-Tabaagh, dan tidak mendapatkan ilmu haditsnya dari baca-baca buku sendiri. Dikatakan juga di tulisan ini bahwa sekarang Ijazah (otoritas) penyampaian telah diserahkan Syeikh Albani kepada Syeikh Ali Hasan, dan ilmu hadits Syeikh Albani telah dites oleh Dr Azami.

Ulama berbeda pendapat mengenai validitas system ini (hal 51)

(4) Munawalah : menyerahkan pada murid kitab/hadits. (misal Az Zuhri wafat 125 H menyerahkan kitabnya pada ulama-ulama), Ini riwayatku dari fulan, maka riwayatkanlah dariku maka kitab itu dibiarkannya padanya untuk dimiliki atau disalin.

Ini tidak umum pada masa awal (sahabat), Periwayatan seperti ini boleh dan derajatnya lebih rendah dari as-sama' dan al-qiro'ah.

(5) Kitabah : menulis surat pada seseorang (korespondensi).
Dilakukan pada masa khulafaur rasyidin, surat2nya (khulafaur rosyidin) sering mengandung hadits yang diriwayatkan para ulama.

(6) I'lam : menginformasikan seseorang bahwa dia (si pemberi informasi) telah mendapat izin untuk meriwayatkan bahan tertentu. Yaitu seorang syaikh memberitahu seorang muridnya bahwa hadits ini atau kitab ini adalah riwayatnya fulan, dengan tidak disertakan izin untuk meriwayatkan dari padanya. Para ulama juga berselisih dengan metode ini.

Adapun lafadz yang digunakan periwayat berkata "A'lamani syaikhi", artinya guruku telah memberitahu kepadaku. Sebagian ulama membolehkan, sebagian lain tidak. Cara ini sulit dilacak pada masa-masa awal.

(7) Wasiyah : mewasiyatkan bukunya pada seseorang. (seorang syaikh mewasiatkan disaat mendekati ajalnya atau didalam perjalanan, sebuah kitab yang ia wasiyatkan kepada sang perawi. Riwayat ini sebagian ulama mengatakan boleh, sebagiannya mengatakan tidak boleh dipakai, dan yang shahih adalah tidak boleh). Contoh Abu Qilabah (wafat 104 H) mewasiyatkan kitabnya pada Ayyub Al Sakhtiyani.

(8) Wajadah : menjumpai buku/hadits yang ditulis seseorang (seperti kita datang ke perpustakaan kemudian kita membuka/ membaca2 hadits/kitab).

Metode ini tidak diakui oleh para ulama (Azami, hal.46)
Ini bukan cara belajar hadits yang diakui (Azami hal 52)

Perihal Al Wajadah :

- Ibnu ash Sholah (wafat tahun 643 H) mengatakan: "Ini termasuk munqothi' (terputus-putus sanadnya) dan mursal (terputus di sahabat)

- Ar Rasyid al 'Atthor mengatakan: "Al wijadah masuk dalam bab al maqthu' menurut ulama (ahli) periwayatan".[Fathul Mughits:3/22]

- Ibnu Katsir (wafat 774H) menganggap ini bukan termasuk periwayatan, katanya: "Al Wijadah bukan termasuk bab periwayatan, itu hanyalah menceritakan apa yang ia dapatkan dalam sebuah kitab." [al Baitsul Hatsits : 125]

Pendapat Madzhab tentang Al Wajadah :

- Sebagian orang terutama dari kalangan Malikiyah (pengikut madzhab Maliki) melarangnya.

- Boleh mengamalkannya, ini pendapat asy Syafi'i dan para pemuka madzhab Syafi'iyyah.

- Wajib mengamalkannya ketika dapat rasa percaya pada yang ia temukan. Ini pendapat yang dipastikan ahli tahqiq dari madzhab as Syafi'iyyah dalam Ushul Fiqh. [lihat Ulumul Hadits karya Ibnu Sholah:87]

Pendapat Ulama Khalaf (terkemudian) yang membolehkan :

- Ibnush Sholah (wafat 643 H) mengatakan tentang pendapat yang ketiga ini : "Inilah yang dilakukan di masa-masa akhirini, karena seandainya pengamalan itu tergantung pada periwayatan maka akan tertutuplah pintu pengamalan hadits yang dinukil (dari Nabi) karena tidak mungkin terpenuhinya syarat periwayatan padanya." [Ulumul Hadits:87]

Yang beliau maksud adalah jika saat ini yang ada hanyalah al wijadah. [al Baitsul Hatsits : 126]

- An Nawawi wafat 676 H mengatakan : 'Itulah yang benar' [Tadriburrawi:1/491],

- As Sakhowi (wafat 902 H) juga menguatkan pendapat yang mewajibkan. [Fathul Mughits:3/27]

- Ahmad Syakir Wafat tahun 1377 H mengatakan: yang benar wajib (mengamalkan yang shahih yang diriyatkan dengan al wijadah). [al Baitsul Hatsits: 126]

Pendapat mereka (yang membolehkan) itu kalau dilihat dari alasan Ibnu Sholah adalah karena (seolah-olah) ilmu dengan cara/metoda periwayatan sudah tidak ada.

Pendapat Ulama Khalaf yang melarang.

- Imam Adz-Dzahabi ( wafat 748H ) berkata saat berbicara tentang biografi Ali bin Ridlwan Al-Mishri seorang dokter (wafat tahun 453 H) yang menyatakan boleh belajar secara otodidak/ membaca sendiri dari buku/kitab. : Beliau (Ali bin Ridlwan Al-Mishri) tidak mempunyai guru, beliau Cuma menyibukkan diri dengan belajar langsung dari kitab, dan beliau menulis sebuah kitab tentang kemungkinan belajar langsung dari kitab, dan hal itu lebih baik daripada belajar dengan guru. Ini adalah sebuah kesalahan (Siyaru A'Laamin-Nubalaa' 18/105).

- Imam Ash-Shafadi dalam kitab Al-Waafi telah membantahnya secara panjang lebar, begitu juga Imam Az-Zabidi (wafat 893 H) dalam Syarah Ihyaa' dengan menukil dari banyak ulama. Mereka menyebutkan banyak sebab kesalahan belajar tanpa guru, diantaranya yang dikatakan oleh Ibnu Bathlan saat membantahnya : "Segi keenam : Dalam kitab ada banyak hal yang bisa menghalangi seseorang mendapatkan ilmu, yang tidak terdapat pada guru, yaitu : kesalahan tulisan yang bisa timbul karena kesamaan huruf, padahal kesalahan itu sering terjadi pada pandangan mata, juga kurang mengerti tentang i'rab, kitab yang ada rusak atau sedang diperbaiki, atau ada tulisan yang tidak terbaca, juga membaca sesuatu yang tidak tertulis, serta tentang madzhab pengarang kitab, belum lagi jeleknya copi-an (salinan), bisa juga seorang pembaca mencampur-adukkan antara satu alenia dengan lainnya, dasar-dasar ilmiyah yang masih rancu, juga adanya lafadh-lafadh yang sudah menjadi istilah tersendiri dalam sebuah ilmu tertentu yang belum ia pahami, atau ada beberapa lafadh asing Yunani yang belum diterjemahkan semacam lafadh Nauras. Semua ini bisa menghalangi seseorang dalam belajar, yang mana seorang pelajar sebenarnya bisa ringan mempelajarinya dengan bimbingan seorang guru. Dan kalau memang demikian, maka belajar pada seorang guru lebih bermanfaat dan lebih baik daripada kalau belajar otodidak. Inilah yang ingin kami jelaskan.

- Imam Ash-Shafadi berkata,"Oleh karena itu para ulama berkata : Janganlah kamu belajar dari seorang shahafi (orang yang belajarnya otodidak), juga jangan dari mushhafi (orang yang belajar baca Al-Qur'an secara otodidak)'.

Maksudnya, "jangan kamu belajar Al-Qur'an dari seseorang yang cuma belajar lewat mushhaf (buku), dan jangan belajar hadits dan ilmu lainnya dari orang yang belajarnya otodidak".

Cara menerima/mendapatkan ilmu

Posted by Unknown  |  No comments



Dalam tahammul `ilm (cara menerima hadits lihat Bab Tahammul al-Ilm : Studies in Hadith Methodology & Literature karya Dr. MM. Azamy, Guru Besar Universitas Riyadh di Saudi Arabia) dikenal delapan cara :


(1) As sama' : Guru membacakan pada murid (digunakan pada periode awal sahabat).

(2) 'Ard/Qiroah : Murid membacakan pada guru (kemudian mulai umum digunakan setelah assama')

Jumhur Ulama salaf (sahabat/tabiin) menyebutkan cara yang pertama lebih utama dibanding cara yang kedua, namun ada ulama setelah tabiut tabi'in yang menyebutkan bahwa kedua cara tersebut mempunyai nilai yang sama, antara lain Imam Thahawi (wafat 328 H) yang menuliskan dalam sebuah kitab tentang kesejajaran kedua metode tersebut. (Azamy hal. 45)

(3) Ijazah : mengizinkan seseorang untuk meriwayatkan hadits/kitab berdasarkan otoritas/wewenang (ulama yg punya kitab) tanpa dibacakan (muncul setelah abad ke 3, misal si A mengizinkan B menyampaikan sahih Bukhori maka B harus menemukan/ memakai salinan sahih Bukhori yang berisi sertifikat yang memuat nama si A).

Contoh : Jaman sekarang dilakukan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani (wafat 1420 H / 1999 M) mendapatkan otoritas utk menyampaikan hadits berdasarkan Ijazah dari gurunya Allamah Shaykh Muhammad Raghib at-Tabaagh, dan tidak mendapatkan ilmu haditsnya dari baca-baca buku sendiri. Dikatakan juga di tulisan ini bahwa sekarang Ijazah (otoritas) penyampaian telah diserahkan Syeikh Albani kepada Syeikh Ali Hasan, dan ilmu hadits Syeikh Albani telah dites oleh Dr Azami.

Ulama berbeda pendapat mengenai validitas system ini (hal 51)

(4) Munawalah : menyerahkan pada murid kitab/hadits. (misal Az Zuhri wafat 125 H menyerahkan kitabnya pada ulama-ulama), Ini riwayatku dari fulan, maka riwayatkanlah dariku maka kitab itu dibiarkannya padanya untuk dimiliki atau disalin.

Ini tidak umum pada masa awal (sahabat), Periwayatan seperti ini boleh dan derajatnya lebih rendah dari as-sama' dan al-qiro'ah.

(5) Kitabah : menulis surat pada seseorang (korespondensi).
Dilakukan pada masa khulafaur rasyidin, surat2nya (khulafaur rosyidin) sering mengandung hadits yang diriwayatkan para ulama.

(6) I'lam : menginformasikan seseorang bahwa dia (si pemberi informasi) telah mendapat izin untuk meriwayatkan bahan tertentu. Yaitu seorang syaikh memberitahu seorang muridnya bahwa hadits ini atau kitab ini adalah riwayatnya fulan, dengan tidak disertakan izin untuk meriwayatkan dari padanya. Para ulama juga berselisih dengan metode ini.

Adapun lafadz yang digunakan periwayat berkata "A'lamani syaikhi", artinya guruku telah memberitahu kepadaku. Sebagian ulama membolehkan, sebagian lain tidak. Cara ini sulit dilacak pada masa-masa awal.

(7) Wasiyah : mewasiyatkan bukunya pada seseorang. (seorang syaikh mewasiatkan disaat mendekati ajalnya atau didalam perjalanan, sebuah kitab yang ia wasiyatkan kepada sang perawi. Riwayat ini sebagian ulama mengatakan boleh, sebagiannya mengatakan tidak boleh dipakai, dan yang shahih adalah tidak boleh). Contoh Abu Qilabah (wafat 104 H) mewasiyatkan kitabnya pada Ayyub Al Sakhtiyani.

(8) Wajadah : menjumpai buku/hadits yang ditulis seseorang (seperti kita datang ke perpustakaan kemudian kita membuka/ membaca2 hadits/kitab).

Metode ini tidak diakui oleh para ulama (Azami, hal.46)
Ini bukan cara belajar hadits yang diakui (Azami hal 52)

Perihal Al Wajadah :

- Ibnu ash Sholah (wafat tahun 643 H) mengatakan: "Ini termasuk munqothi' (terputus-putus sanadnya) dan mursal (terputus di sahabat)

- Ar Rasyid al 'Atthor mengatakan: "Al wijadah masuk dalam bab al maqthu' menurut ulama (ahli) periwayatan".[Fathul Mughits:3/22]

- Ibnu Katsir (wafat 774H) menganggap ini bukan termasuk periwayatan, katanya: "Al Wijadah bukan termasuk bab periwayatan, itu hanyalah menceritakan apa yang ia dapatkan dalam sebuah kitab." [al Baitsul Hatsits : 125]

Pendapat Madzhab tentang Al Wajadah :

- Sebagian orang terutama dari kalangan Malikiyah (pengikut madzhab Maliki) melarangnya.

- Boleh mengamalkannya, ini pendapat asy Syafi'i dan para pemuka madzhab Syafi'iyyah.

- Wajib mengamalkannya ketika dapat rasa percaya pada yang ia temukan. Ini pendapat yang dipastikan ahli tahqiq dari madzhab as Syafi'iyyah dalam Ushul Fiqh. [lihat Ulumul Hadits karya Ibnu Sholah:87]

Pendapat Ulama Khalaf (terkemudian) yang membolehkan :

- Ibnush Sholah (wafat 643 H) mengatakan tentang pendapat yang ketiga ini : "Inilah yang dilakukan di masa-masa akhirini, karena seandainya pengamalan itu tergantung pada periwayatan maka akan tertutuplah pintu pengamalan hadits yang dinukil (dari Nabi) karena tidak mungkin terpenuhinya syarat periwayatan padanya." [Ulumul Hadits:87]

Yang beliau maksud adalah jika saat ini yang ada hanyalah al wijadah. [al Baitsul Hatsits : 126]

- An Nawawi wafat 676 H mengatakan : 'Itulah yang benar' [Tadriburrawi:1/491],

- As Sakhowi (wafat 902 H) juga menguatkan pendapat yang mewajibkan. [Fathul Mughits:3/27]

- Ahmad Syakir Wafat tahun 1377 H mengatakan: yang benar wajib (mengamalkan yang shahih yang diriyatkan dengan al wijadah). [al Baitsul Hatsits: 126]

Pendapat mereka (yang membolehkan) itu kalau dilihat dari alasan Ibnu Sholah adalah karena (seolah-olah) ilmu dengan cara/metoda periwayatan sudah tidak ada.

Pendapat Ulama Khalaf yang melarang.

- Imam Adz-Dzahabi ( wafat 748H ) berkata saat berbicara tentang biografi Ali bin Ridlwan Al-Mishri seorang dokter (wafat tahun 453 H) yang menyatakan boleh belajar secara otodidak/ membaca sendiri dari buku/kitab. : Beliau (Ali bin Ridlwan Al-Mishri) tidak mempunyai guru, beliau Cuma menyibukkan diri dengan belajar langsung dari kitab, dan beliau menulis sebuah kitab tentang kemungkinan belajar langsung dari kitab, dan hal itu lebih baik daripada belajar dengan guru. Ini adalah sebuah kesalahan (Siyaru A'Laamin-Nubalaa' 18/105).

- Imam Ash-Shafadi dalam kitab Al-Waafi telah membantahnya secara panjang lebar, begitu juga Imam Az-Zabidi (wafat 893 H) dalam Syarah Ihyaa' dengan menukil dari banyak ulama. Mereka menyebutkan banyak sebab kesalahan belajar tanpa guru, diantaranya yang dikatakan oleh Ibnu Bathlan saat membantahnya : "Segi keenam : Dalam kitab ada banyak hal yang bisa menghalangi seseorang mendapatkan ilmu, yang tidak terdapat pada guru, yaitu : kesalahan tulisan yang bisa timbul karena kesamaan huruf, padahal kesalahan itu sering terjadi pada pandangan mata, juga kurang mengerti tentang i'rab, kitab yang ada rusak atau sedang diperbaiki, atau ada tulisan yang tidak terbaca, juga membaca sesuatu yang tidak tertulis, serta tentang madzhab pengarang kitab, belum lagi jeleknya copi-an (salinan), bisa juga seorang pembaca mencampur-adukkan antara satu alenia dengan lainnya, dasar-dasar ilmiyah yang masih rancu, juga adanya lafadh-lafadh yang sudah menjadi istilah tersendiri dalam sebuah ilmu tertentu yang belum ia pahami, atau ada beberapa lafadh asing Yunani yang belum diterjemahkan semacam lafadh Nauras. Semua ini bisa menghalangi seseorang dalam belajar, yang mana seorang pelajar sebenarnya bisa ringan mempelajarinya dengan bimbingan seorang guru. Dan kalau memang demikian, maka belajar pada seorang guru lebih bermanfaat dan lebih baik daripada kalau belajar otodidak. Inilah yang ingin kami jelaskan.

- Imam Ash-Shafadi berkata,"Oleh karena itu para ulama berkata : Janganlah kamu belajar dari seorang shahafi (orang yang belajarnya otodidak), juga jangan dari mushhafi (orang yang belajar baca Al-Qur'an secara otodidak)'.

Maksudnya, "jangan kamu belajar Al-Qur'an dari seseorang yang cuma belajar lewat mushhaf (buku), dan jangan belajar hadits dan ilmu lainnya dari orang yang belajarnya otodidak".

00.50 Share:

0 komentar:

Selasa, 06 Agustus 2013



“Di malam terakhir Ramadhan, menangislah tujuh petala langit dan tujuh petala bumi dan para malaikat, karena akan berlalunya Ramadhan, dan juga keistimewaannya.”

Waktu terus bergulir dari detik ke detik, dari menit ke menit, dari jam ke jam, dari hari ke hari, dari minggu ke minggu….
  Rasanya baru kemarin kita begitu bersemangat mempersiapkan diri untuk memasuki bulan Ramadhan, bulan tarbiyah, bulan latihan, bulan Quran, bulan maghfirah, bulan yang penuh berkah. Namun beberapa saat lagi, Ramadhan akan meninggalkan kita, padahal kita belum optimal melaksanakan qiyamul lail kita, belum optimal membaca Al-Quran serta belum optimal melaksanakan ibadah-ibadah lain, target-target yang kita pasang belum semuanya terlaksana. Dan kita tidak akan pernah tahu apakah kita masih dapat berjumpa dengan Ramadhan berikutnya.
Bagi para salafush shalih, setiap bulan Ramadhan pergi meninggalkan mereka, mereka selalu meneteskan air mata. Di lisan mereka terucap sebuah doa yang merupakan ungkapan kerinduan akan datangnya kembali bulan Ramadhan menghampiri diri mereka.

Orang-orang zaman dahulu, dengan berlalunya bulan Ramadhan, hati mereka mejadi sedih. Maka, tidak mengherankan bila pada malam-malam terakhir Ramadhan, pada masa Rasulullah SAW, Masjid Nabawi penuh sesak dengan orang-orang yang beri’tikaf. Dan di sela-sela i’tikafnya, mereka terkadang menangis terisak-isak, karena Ramadhan akan segera berlalu meninggalkan mereka.
Ada satu riwayat yang mengisahkan bahwa kesedihan ini tidak saja dialami manusia, tapi juga para malaikat dan makhluk-makhluk Allah lainnya.

Dari Jabir RA, Rasulullah SAW bersabda, “Di malam terakhir Ramadhan, menangislah tujuh petala langit dan tujuh petala bumi dan para malaikat, karena akan berlalunya Ramadhan, dan juga keistimewaannya. Ini merupakan musibah bagi umatku.”
Kemudian ada seorang sahabat bertanya, “Apakah musibah itu, ya Rasulullah?”

“Dalam bulan itu segala doa mustajab, sedekah makbul, segala kebajikan digandakan pahalanya, dan siksaan kubur terkecuali, maka apakah musibah yang terlebih besar apabila semuanya itu sudah berlalu?”

Ketika mereka memasuki detik-detik akhir penghujung Ramadhan, air mata mereka menetes. Hati mereka sedih.
Betapa tidak. Bulan yang penuh keberkahan dan keridhaan Allah itu akan segera pergi meninggalkan mereka. Bulan ketika orang-orang berpuasa dan menghidupkan malam-malamnya dengan ibadah. Bulan yang Allah bukakan pintu-pintu surga, Dia tutup pintu-pintu neraka, dan Dia belenggu setan. Bulan yang awalnya adalah rahmat, pertengahannya ampunan, dan akhirnya pembebasan dari api neraka. Bulan ketika napas-napas orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada minyak kesturi. Bulan ketika Allah setiap malamnya membebaskan ratusan ribu orang yang harus masuk neraka. Bulan ketika Allah menjadikannya sebagai penghubung antara orang-orang berdosa yang bertaubat dan Allah Ta’ala.
Mereka menangis karena merasa belum banyak mengambil manfaat dari Ramadhan. Mereka sedih karena khawatir amalan-amalan mereka tidak diterima dan dosa-dosa mereka belum dihapuskan. Mereka berduka karena boleh jadi mereka tidak akan bertemu lagi bulan Ramadhan yang akan datang.

Suatu hari, pada sebuah shalat ‘Idul Fithri, Umar bin Abdul Aziz berkata dalam khutbahnya, “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya kalian telah berpuasa karena Allah selama tiga puluh hari, berdiri melakukan shalat selama tiga puluh hari pula, dan pada hari ini kalian keluar seraya memohon kepada Allah agar menerima amalan tersebut.”
Salah seorang di antara jama’ah terlihat sedih.

Seseorang kemudian bertanya kepadanya, “Sesungguhnya hari ini adalah hari bersuka ria dan bersenang-senang. Kenapa engkau malah bermuram durja? Ada apa gerangan?”
“Ucapanmu benar, wahai sahabatku,” kata orang tesrebut. “Akan tetapi, aku hanyalah hamba yang diperintahkan oleh Rabb-ku untuk mempersembahkan suatu amalan kepada-Nya. Sungguh aku tidak tahu apakah amalanku diterima atau tidak.”

Kekhawatiran serupa juga pernah menimpa para sahabat Rasulullah SAW. Di antaranya Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Diriwayatkan, di penghujung Ramadhan, Sayyidina Ali bergumam, “Aduhai, andai aku tahu siapakah gerangan yang diterima amalannya agar aku dapat memberi ucapan selamat kepadanya, dan siapakah gerangan yang ditolak amalannya agar aku dapat ‘melayatnya’.”
Ucapan Sayyidina Ali RA ini mirip dengan ucapan Abdullah bin Mas’ud RA, “Siapakah gerangan di antara kita yang diterima amalannya untuk kita beri ucapan selamat, dan siapakah gerangan di antara kita yang ditolak amalannya untuk kita ‘layati’. Wahai orang yang diterima amalannya, berbahagialah engkau. Dan wahai orang yang ditolak amalannya, keperkasaan Allah adalah musibah bagimu.”
Imam Mu’alla bin Al-Fadhl RA berkata, “Dahulu para ulama senantiasa berdoa kepada Allah selama enam bulan agar dipertemukan dengan Ramadhan. Kemudian mereka juga berdoa selama enam bulan agar diterima amal ibadah mereka (selama Ramadhan).”

Wajar saja, sebab, tidak ada yang bisa menjamin bahwa tahun depan kita akan kembali berjumpa dengan bulan yang penuh berkah, rahmat, dan maghfirah ini. Karenanya, beruntung dan berbahagialah kita saat berpisah dengan Ramadhan membawa segudang pahala untuk bekal di akhirat.
Jika kita merenungi kondisi salafush shalih dan meneliti bagaimana mereka menghabiskan waktu-waktu mereka di bulan Ramadhan, bagaimana mereka memakmurkannya dengan amal shalih, niscaya kita mengetahui jauhnya jarak di antara kita dan mereka.
Bagaimana dengan kita? Adakah kesedihan itu hadir di hati kita di kala Ramadhan meninggalkan kita? Atau malah sebaliknya, karena begitu bergembiranya menyambut kedatangan Hari Raya ‘Idul Fithri, sampai-sampai di sepuluh hari terakhir, yang seharunya kita semakin giat melaksanakan amalan-amalan ibadah, kita malah disibukkan dengan belanja, membeli baju Lebaran, disibukkan memasak, membuat kue, dan lain-lain.

Padahal di sisi lain, masih banyak orang di sekitar kita yang berjuang untuk mendapatkan sesuap nasi untuk berbuka hari ini, bukan untuk besok, apalagi untuk pesta pora di hari Lebaran.
Tapi apakah salah bila kita menyongsong Hari Raya ‘Idul Fithri dengan kegembiraan? Tentu saja tidak. Bukankah Rasulullah SAW telah mengatakan, “Wahai Abu Bakar, sesungguhnya setiap kaum mempunyai hari raya, dan sesungguhnya hari ini adalah hari raya kita.” (HR Nasa’i).
Lebarannya Rasulullah SAW
Idul Fithri adalah anugerah Allah kepada umat Nabi Muhammad, tak salah bila disambut dengan suka cita. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Annas RA. “Rasulullah SAW datang, dan penduduk Madinah memiliki dua hari, mereka gunakan dua hari itu untuk bermain di masa Jahiliyah. Lalu beliau berkata, ‘Aku telah mendatangi kalian dan kalian memiliki dua hari yang kalian gunakan untuk bermain di masa Jahiliyah. Sungguh Allah telah menggantikan untuk kalian dua hari yang lebih baik dari itu, yaitu hari Nahr (‘Idul Adha) dan hari Fithr (‘Idul Fithri)’.”

Hanya saja dalam kegembiraan ini jangan sampai berlebih-lebihan, baik itu dalam berpakaian, berdandan, makan, tertawa. Dan di malam Hari Raya ‘Idul Fithri pun, kita hendaknya tidak terlarut dalam kegembiraan sehingga kita lupa untuk menghidupkan malam kita dengan qiyamul lail. Bukankan kita sudah dilatih untuk menghidupkan malam-malam kita dengan Tarawih selama bulan Ramadhan? Dan Rasulullah SAW pun bersabda, dari Abu Umamah RA, “Barang siapa melaksanakan qiyamul lail pada dua malam ‘Id (‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha) dengan ikhlas karena Allah SWT, hatinya tidak akan pernah mati di hari matinya hati-hati manusia’.” (HR Ibnu Majah).
Marilah kita lihat bagaimana Rasulullah SAW menyambut Lebaran dengan keriangan yang bersahaja.
Pagi itu, tepatnya 1 Syawwal, Rasulullah SAW keluar dari tempat i’tikafnya, Masjid Nabawi. Beliau bergegas mempersiapkan diri untuk berkumpul bersama umatnya, melaksanakan salat ‘Id. Nabi juga menyuruh semua kaum muslimin, dewasa, anak-anak, laki-laki, dan perempuan, baik perempuan yang suci maupun yang haid, keluar bersama menuju tempat shalat, supaya mendapat keberkahan pada hari suci tersebut.

Menurut hadits Ummu ‘Athiyyah, “Kami diperintahkan untuk mengeluarkan semua gadis dan wanita, termasuk yang haid, pada kedua hari raya, agar mereka dapat menyaksikan kebaikan hari itu, juga mendapat doa dari kaum muslimin. Hanya saja wanita-wanita yang haid diharapkan menjauhi tempat shalat.” (HR Bukhari-Muslim).
Dikatakan oleh Ibnu Abbas, “Rasulullah SAW keluar dengan seluruh istri dan anak-anak perempuannya pada waktu dua hari raya.” (HR Baihaqi dan Ibnu Majah).
Ibnu Abbas dalam hadits yang diriwayatkannya menuturkan, “Saya ikut pergi bersama Rasulullah SAW (waktu itu Ibnu Abbas masih kecil), menghadiri Hari Raya ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha, kemudian beliau shalat dan berkhutbah. Dan setelah itu mengunjungi tempat kaum wanita, lalu mengajar dan menasihati mereka serta menyuruh mereka agar mengeluarkan sedekah.”
Sebelum melaksanakan salat ‘Id, terlebih dahulu Rasulullah membersihkan diri. Lalu beliau berdoa, “Ya Allah, sucikanlah hati kami sebagaimana Engkau sucikan badan kami, sucikanlah bathin kami sebagaimana Engkau telah menyucikan lahir kami, sucikanlah apa yang tersembunyi dari orang lain sebagaimana Engkau telah menyucikan apa yang tampak dari kami.”
Ada juga riwayat yang mengatakan, Rasulullah, setelah mandi, memakai parfum. Anas bin Malik berkata, “Rasulullah SAW memerintahkan kita di dua hari raya mengenakan pakaian terbagus yang kita miliki, menggunakan parfum terbaik yang kita miliki, dan berqurban (bersedekah) dengan apa saja yang paling bernilai yang kita miliki.” (HR Al-Hakim, dan sanadnya baik).
Imam Syafi’i dengan sanad yang juga baik meriwayatkan, Rasulullah SAW mengenakan kain burdah (jubah) yang bagus pada setiap hari raya. Pakain terbagus dalam hal ini bukan berarti baru dibeli, tetapi terbagus dari yang dimiliki. Lebih khusus lagi Imam Syafi’i dan Baghawi meriwayatkan, Nabi SAW memakai pakaian buatan Yaman yang indah pada setiap hari raya (Pakaian buatan Yaman merupakan standar keindahan busana saat itu).
Pada hari istimewa itu, beliau mengenakan hullah, pakaiannya yang terbaik yang biasa beliau kenakan setiap hari raya dan hari Jum’at. Ini merupakan tanda syukur kepada Allah, yang telah memberikan nikmat-Nya.

Kemudian, beliau mengambil beberapa butir kurma untuk dimakan. Kurma yang dimakan biasanya jumlahnya ganjil, seperti satu, tiga, dan berikutnya. Ini pertanda, hari itu umat Islam menghentikan puasanya.
Sepanjang perjalanan dari rumah menuju tempat salat ‘Id, Rasulullah tak henti-hentinya mengumandangkan takbir dengan khidmat. “Allahu Akbar, Allahu Akbar, walillahilhamdu.”
Rasulullah SAW selalu melaksanakan shalat ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha di tanah lapang, seperti disebutkan di dalam hadits riwayat Bukhari-Muslim. Beliau baru melaksanakan salat ‘Id di masjid kalau hari hujan. Menurut ahli fiqih, tempat salat ‘Id yang sering digunakan Rasulullah dan para sahabat itu terletak di sebuah lapangan di pintu timur kota Madinah.
Rasulullah melaksanakan salat ‘Idul Fithri agak siang. Ini untuk memberi kesempatan kepada para sahabat membayar zakat fithrah mereka. Sementara salat ‘Idul Adha dilakukan lebih awal, agar kaum muslimin bisa menyembelih hewan qurban mereka.

Jundab RA berkata, “Rasulullah SAW shalat ‘Idul Fitri dengan kami ketika matahari setinggi dua tombak, dan shalat ‘Idul Adha dengan kami ketika matahari setinggi satu tombak.”
Rasulullah melaksanakan salat ‘Idul Fithri dua rakaat tanpa adzan dan iqamat. Pada rakaat pertama, beliau bertakbir tujuh kali dengan takbiratul ihram dan kaum muslimin di belakangnya bertakbir seperti takbirnya. Kemudian membaca surah Al-Fatihah dan surah lainnya dengan keras.
Pada rakaat kedua, beliau takbir qiyam (berdiri dari sujud) kemudian bertakbir lima kali, kemudian membaca Al-Fatihah, disambung dengan surah lainnya.
Namun ada juga sahabat yang tertinggal shalatnya. Maka misalnya dia hanya mendapat tasyahhud, setelah imam salam dia shalat dua rakaat. Jadi dia shalat dua rakaat, sebagaimana dia ketinggalan dua rakaat dari imam.

Lalu bagaimana dengan orang yang ketinggal shalat hari raya? Menurut Ibnu Mas’ud, “Barang siapa tertinggal shalat hari raya, hendaklah dia shalat empat rakaat sendiri.”
Abu Said Al-Khudri RA berkata, “Rasulullah SAW selalu keluar pada Hari Raya Haji dan Hari Raya Puasa. Beliau memulai dengan shalat. Setelah selesai shalat dan memberi salam, Baginda berdiri menghadap kaum muslimin yang masih duduk di tempat shalatnya masing-masing. Jika mempunyai keperluan yang mesti disampaikan, akan beliau tuturkan hal itu kepada kaum muslimin. Atau ada keperluan lain, maka beliau memerintahkannya kepada kaum muslimin. Beliau pernah bersabda (dalam salah satu khutbahnya di hari raya), ‘Bersedekahlah kalian! Bersedekahlah! Bersedekahlah!’ Dan ternyata kebanyakan yang memberikan sedekah adalah kaum wanita.” (HR Bukhari dan Muslim).

Ketika berangkat untuk melakukan salat ‘Id, Rasulullah selalu melewati jalan yang berbeda ketika pulangnya. Ini memudahkan para sahabat yang hendak menemui beliau untuk mengucapkan selamat hari raya, sekaligus menunjukkan kepada kaum kafir bahwa inilah umat Islam, yang keluar menuju Allah, dan kembali kepada-Nya, mensyukuri nikmat-Nya, dan berjalan di muka bumi ini agar memperoleh keridhaan-Nya.

Saling Bermaafan
Saat bertemu satu sama lain, kaum muslimin saling bermaafan, seraya saling mendoakan. Sebuah hadits yang diriwayatkan dari Khalid bin Ma’dan RA mengatakan, “Aku menemui Watsilah bin Al-Asqa’ pada hari ‘Id, lalu aku mengatakan, ‘Taqabbalallah minna wa minka (Semoga Allah menerima amal ibadahku dan amal ibadahmu).’

Lalu ia menjawab, ‘Taqabbalallah minna wa minka’.

Kemudian Watsilah berkata, ‘Aku menemui Rasulullah SAW pada hari ‘Id, lalu aku mengucapkan: Taqabbalallah minna wa minka.

Lalu Rasulullah SAW menjawab, ‘Ya, taqabbalallah minna wa minka’.” (HR Baihaqi).

Selanjutnya, di masa sahabat. Jika sebagian sahabat bertemu dengan sebagian yang lain, mereka berkata, “Taqabballahu minna wa minkum (Semoga Allah menerima amal ibadahku dan amal ibadah kalian).” (HR Ahmad dengan sanad yang baik).

Pada hari raya, Rasulullah mempersilakan para sahabat untuk bergembira. Seperti mengadakan pertunjukan tari dan musik, makan dan minum, serta hiburan lainnya. Namun semua kegembiraan itu tidak dilakukan secara berlebihan atau melanggar batas keharaman. Karena, hari itu adalah hari-hari makan, minum, dan dzikir kepada Allah Azza wa Jalla (HR Muslim).

Aisyah RA menceritakan, “Di Hari Raya ‘Idul Fithri, Rasulullah masuk ke rumahku. Ketika itu, di sampingku ada dua orang tetangga yang sedang bernyanyi dengan nyanyian bu’ats (bagian dari nyayian pada hari-hari besar bangsa Arab ketika terjadi perselisihan antara Kabilah Aush dan Khazraj sebelum masuk Islam). Kemudian Rasulullah berbaring sambil memalingkan mukanya.

Tidak lama setelah itu Abu Bakar masuk, lalu berkata, ‘Kenapa membiarkan nyanyian setan berada di samping Rasulullah?’

Mendengar hal itu, Rasulullah menengok kepada Abu Bakar seraya berkata, ‘Wahai Abu Bakar, sesungguhnya setiap kaum itu mempunyai hari raya, dan hari ini adalah hari raya kita’.”
(HR Bukhari dan Muslim).

Ada juga riwayat dari Imam Bukhari yang menceritakan, “Rasulullah SAW masuk ke tempatku (Aisyah), kebetulan di sana ada dua orang sahaya sedang menyanyikan syair-syair Perang Bu’ats (Bu’ats adalah nama benteng kepunyaan suku Aus; sedang hari Bu’ats ialah suatu hari yang terkenal di kalangan Arab, waktu terjadi pertempuran besar di antara suku Aus dan Khazraj). Beliau terus masuk dan berbaring di ranjang sambil memalingkan kepalanya.

Tiba-tiba masuk pula Abu Bakar dan membentakku seraya berkata, ‘(Mengapa mereka) mengadakan seruling setan di hadapan Nabi?’

Maka Nabi pun berpaling kepadanya, beliau berkata, ‘Biarkanlah mereka.’
Kemudian setelah beliau terlena, aku pun memberi isyarat kepada mereka supaya keluar, dan mereka pun pergi.

Dan waktu hari raya itu banyak orang Sudan mengadakan permainan senjata dan perisai. Adakalanya aku meminta kepada Nabi SAW untuk melihat, dan adakalanya pula beliau sendiri yang menawarkan, ‘Inginkah kau melihatnya?’

Aku jawab, ‘Ya.’

Maka disuruhnya aku berdiri di belakangnya, hingga kedua pipi kami bersentuhan, lalu sabdanya, ‘Teruskan, hai Bani ‘Arfadah!’

Demikianlah sampai aku merasa bosan.

Maka beliau bertanya, ‘Cukupkah?’

Aku jawab, ‘Cukup.’

‘Kalau begitu, pergilah!’ kata beliau.”

Hakikat Kemenangan
Demikianlah, Ramadhan telah melewati kita. Tapi kebaikan-kebaikan lain tetap mesti dipertahakan.
Puasa Ramadhan memang telah berakhir, tapi puasa-puasa sunnah, misalnya, tidaklah berakhir, tetap menanti kita. Seperti puasa enam hari di bulan Syawwal, puasa Senin-Kamis, puasa tiga hari dalam sebulan (ayyaamul bidh, tanggal 13, 14, dan 15 tiap bulan), puasa Asyura’ (tanggal 10 Muharram), puasa Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah), dan lain-lain.

Tarawih memang telah berlalu, tapi Tahajjud, misalnya, tetap menanti kita. Juga bermunajat di tengah malam, yang merupakan kebiasaan orang-orang shalih. Abu Sulaiman Ad-Daaraani rahimahullah berkata, “Seandainya tidak ada malam, niscaya aku tidak ingin hidup di dunia.”
Zakat fithrah memang telah berlalu, tapi zakat wajib dan pintu sedekah masih terbuka lebar pada waktu-waktu yang lain.

Karenanya, memasuki ‘Idul Fithri, yang berarti jiwa kita menjadi fithri (suci), “tampilan” kita harus lebih Islami. Baik tujuan, orientasi, motivasi, fikrah (pemikiran), akhlaq, moral, perilaku, interaksi, kebijakan, aktivitas, kiprah, peran, maupun yang lainnya. Individu, rumah tangga, ataupun sosial. Rakyat, ataupun pejabat. Ini merupakan indikator diterimanya puasa Ramadhan kita. Karena jika Allah SWT menerima amal seseorang, Dia akan menolongnya untuk mengadakan perubahan diri ke arah yang lebih positif dan meningkatkan amal kebajikan.
Seorang penyair Arab mengingatkan dalam sya’irya:
Bukanlah Hari Raya ‘Id itu
bagi orang yang berbaju baru
Melainkan hakikat ‘Id itu
bagi orang yang bertambah ta’atnya

Semoga dengan latihan yang telah kita lakukan selama bulan Ramadhan ini, kita disampaikan Allah kepada ketaqwaan. Semoga ketaqwaan ini dapat kita terus pertahankan dan kita jadikan sebagai pakaian kita sehari-hari. Dan semoga kita masih dapat dipertemukan Allah dengan Ramadhan berikutnya.

Taqabbalallahu minna waminkum ^_^

Di malam terakhir Ramadhan

Posted by Unknown  |  No comments



“Di malam terakhir Ramadhan, menangislah tujuh petala langit dan tujuh petala bumi dan para malaikat, karena akan berlalunya Ramadhan, dan juga keistimewaannya.”

Waktu terus bergulir dari detik ke detik, dari menit ke menit, dari jam ke jam, dari hari ke hari, dari minggu ke minggu….
  Rasanya baru kemarin kita begitu bersemangat mempersiapkan diri untuk memasuki bulan Ramadhan, bulan tarbiyah, bulan latihan, bulan Quran, bulan maghfirah, bulan yang penuh berkah. Namun beberapa saat lagi, Ramadhan akan meninggalkan kita, padahal kita belum optimal melaksanakan qiyamul lail kita, belum optimal membaca Al-Quran serta belum optimal melaksanakan ibadah-ibadah lain, target-target yang kita pasang belum semuanya terlaksana. Dan kita tidak akan pernah tahu apakah kita masih dapat berjumpa dengan Ramadhan berikutnya.
Bagi para salafush shalih, setiap bulan Ramadhan pergi meninggalkan mereka, mereka selalu meneteskan air mata. Di lisan mereka terucap sebuah doa yang merupakan ungkapan kerinduan akan datangnya kembali bulan Ramadhan menghampiri diri mereka.

Orang-orang zaman dahulu, dengan berlalunya bulan Ramadhan, hati mereka mejadi sedih. Maka, tidak mengherankan bila pada malam-malam terakhir Ramadhan, pada masa Rasulullah SAW, Masjid Nabawi penuh sesak dengan orang-orang yang beri’tikaf. Dan di sela-sela i’tikafnya, mereka terkadang menangis terisak-isak, karena Ramadhan akan segera berlalu meninggalkan mereka.
Ada satu riwayat yang mengisahkan bahwa kesedihan ini tidak saja dialami manusia, tapi juga para malaikat dan makhluk-makhluk Allah lainnya.

Dari Jabir RA, Rasulullah SAW bersabda, “Di malam terakhir Ramadhan, menangislah tujuh petala langit dan tujuh petala bumi dan para malaikat, karena akan berlalunya Ramadhan, dan juga keistimewaannya. Ini merupakan musibah bagi umatku.”
Kemudian ada seorang sahabat bertanya, “Apakah musibah itu, ya Rasulullah?”

“Dalam bulan itu segala doa mustajab, sedekah makbul, segala kebajikan digandakan pahalanya, dan siksaan kubur terkecuali, maka apakah musibah yang terlebih besar apabila semuanya itu sudah berlalu?”

Ketika mereka memasuki detik-detik akhir penghujung Ramadhan, air mata mereka menetes. Hati mereka sedih.
Betapa tidak. Bulan yang penuh keberkahan dan keridhaan Allah itu akan segera pergi meninggalkan mereka. Bulan ketika orang-orang berpuasa dan menghidupkan malam-malamnya dengan ibadah. Bulan yang Allah bukakan pintu-pintu surga, Dia tutup pintu-pintu neraka, dan Dia belenggu setan. Bulan yang awalnya adalah rahmat, pertengahannya ampunan, dan akhirnya pembebasan dari api neraka. Bulan ketika napas-napas orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada minyak kesturi. Bulan ketika Allah setiap malamnya membebaskan ratusan ribu orang yang harus masuk neraka. Bulan ketika Allah menjadikannya sebagai penghubung antara orang-orang berdosa yang bertaubat dan Allah Ta’ala.
Mereka menangis karena merasa belum banyak mengambil manfaat dari Ramadhan. Mereka sedih karena khawatir amalan-amalan mereka tidak diterima dan dosa-dosa mereka belum dihapuskan. Mereka berduka karena boleh jadi mereka tidak akan bertemu lagi bulan Ramadhan yang akan datang.

Suatu hari, pada sebuah shalat ‘Idul Fithri, Umar bin Abdul Aziz berkata dalam khutbahnya, “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya kalian telah berpuasa karena Allah selama tiga puluh hari, berdiri melakukan shalat selama tiga puluh hari pula, dan pada hari ini kalian keluar seraya memohon kepada Allah agar menerima amalan tersebut.”
Salah seorang di antara jama’ah terlihat sedih.

Seseorang kemudian bertanya kepadanya, “Sesungguhnya hari ini adalah hari bersuka ria dan bersenang-senang. Kenapa engkau malah bermuram durja? Ada apa gerangan?”
“Ucapanmu benar, wahai sahabatku,” kata orang tesrebut. “Akan tetapi, aku hanyalah hamba yang diperintahkan oleh Rabb-ku untuk mempersembahkan suatu amalan kepada-Nya. Sungguh aku tidak tahu apakah amalanku diterima atau tidak.”

Kekhawatiran serupa juga pernah menimpa para sahabat Rasulullah SAW. Di antaranya Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Diriwayatkan, di penghujung Ramadhan, Sayyidina Ali bergumam, “Aduhai, andai aku tahu siapakah gerangan yang diterima amalannya agar aku dapat memberi ucapan selamat kepadanya, dan siapakah gerangan yang ditolak amalannya agar aku dapat ‘melayatnya’.”
Ucapan Sayyidina Ali RA ini mirip dengan ucapan Abdullah bin Mas’ud RA, “Siapakah gerangan di antara kita yang diterima amalannya untuk kita beri ucapan selamat, dan siapakah gerangan di antara kita yang ditolak amalannya untuk kita ‘layati’. Wahai orang yang diterima amalannya, berbahagialah engkau. Dan wahai orang yang ditolak amalannya, keperkasaan Allah adalah musibah bagimu.”
Imam Mu’alla bin Al-Fadhl RA berkata, “Dahulu para ulama senantiasa berdoa kepada Allah selama enam bulan agar dipertemukan dengan Ramadhan. Kemudian mereka juga berdoa selama enam bulan agar diterima amal ibadah mereka (selama Ramadhan).”

Wajar saja, sebab, tidak ada yang bisa menjamin bahwa tahun depan kita akan kembali berjumpa dengan bulan yang penuh berkah, rahmat, dan maghfirah ini. Karenanya, beruntung dan berbahagialah kita saat berpisah dengan Ramadhan membawa segudang pahala untuk bekal di akhirat.
Jika kita merenungi kondisi salafush shalih dan meneliti bagaimana mereka menghabiskan waktu-waktu mereka di bulan Ramadhan, bagaimana mereka memakmurkannya dengan amal shalih, niscaya kita mengetahui jauhnya jarak di antara kita dan mereka.
Bagaimana dengan kita? Adakah kesedihan itu hadir di hati kita di kala Ramadhan meninggalkan kita? Atau malah sebaliknya, karena begitu bergembiranya menyambut kedatangan Hari Raya ‘Idul Fithri, sampai-sampai di sepuluh hari terakhir, yang seharunya kita semakin giat melaksanakan amalan-amalan ibadah, kita malah disibukkan dengan belanja, membeli baju Lebaran, disibukkan memasak, membuat kue, dan lain-lain.

Padahal di sisi lain, masih banyak orang di sekitar kita yang berjuang untuk mendapatkan sesuap nasi untuk berbuka hari ini, bukan untuk besok, apalagi untuk pesta pora di hari Lebaran.
Tapi apakah salah bila kita menyongsong Hari Raya ‘Idul Fithri dengan kegembiraan? Tentu saja tidak. Bukankah Rasulullah SAW telah mengatakan, “Wahai Abu Bakar, sesungguhnya setiap kaum mempunyai hari raya, dan sesungguhnya hari ini adalah hari raya kita.” (HR Nasa’i).
Lebarannya Rasulullah SAW
Idul Fithri adalah anugerah Allah kepada umat Nabi Muhammad, tak salah bila disambut dengan suka cita. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Annas RA. “Rasulullah SAW datang, dan penduduk Madinah memiliki dua hari, mereka gunakan dua hari itu untuk bermain di masa Jahiliyah. Lalu beliau berkata, ‘Aku telah mendatangi kalian dan kalian memiliki dua hari yang kalian gunakan untuk bermain di masa Jahiliyah. Sungguh Allah telah menggantikan untuk kalian dua hari yang lebih baik dari itu, yaitu hari Nahr (‘Idul Adha) dan hari Fithr (‘Idul Fithri)’.”

Hanya saja dalam kegembiraan ini jangan sampai berlebih-lebihan, baik itu dalam berpakaian, berdandan, makan, tertawa. Dan di malam Hari Raya ‘Idul Fithri pun, kita hendaknya tidak terlarut dalam kegembiraan sehingga kita lupa untuk menghidupkan malam kita dengan qiyamul lail. Bukankan kita sudah dilatih untuk menghidupkan malam-malam kita dengan Tarawih selama bulan Ramadhan? Dan Rasulullah SAW pun bersabda, dari Abu Umamah RA, “Barang siapa melaksanakan qiyamul lail pada dua malam ‘Id (‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha) dengan ikhlas karena Allah SWT, hatinya tidak akan pernah mati di hari matinya hati-hati manusia’.” (HR Ibnu Majah).
Marilah kita lihat bagaimana Rasulullah SAW menyambut Lebaran dengan keriangan yang bersahaja.
Pagi itu, tepatnya 1 Syawwal, Rasulullah SAW keluar dari tempat i’tikafnya, Masjid Nabawi. Beliau bergegas mempersiapkan diri untuk berkumpul bersama umatnya, melaksanakan salat ‘Id. Nabi juga menyuruh semua kaum muslimin, dewasa, anak-anak, laki-laki, dan perempuan, baik perempuan yang suci maupun yang haid, keluar bersama menuju tempat shalat, supaya mendapat keberkahan pada hari suci tersebut.

Menurut hadits Ummu ‘Athiyyah, “Kami diperintahkan untuk mengeluarkan semua gadis dan wanita, termasuk yang haid, pada kedua hari raya, agar mereka dapat menyaksikan kebaikan hari itu, juga mendapat doa dari kaum muslimin. Hanya saja wanita-wanita yang haid diharapkan menjauhi tempat shalat.” (HR Bukhari-Muslim).
Dikatakan oleh Ibnu Abbas, “Rasulullah SAW keluar dengan seluruh istri dan anak-anak perempuannya pada waktu dua hari raya.” (HR Baihaqi dan Ibnu Majah).
Ibnu Abbas dalam hadits yang diriwayatkannya menuturkan, “Saya ikut pergi bersama Rasulullah SAW (waktu itu Ibnu Abbas masih kecil), menghadiri Hari Raya ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha, kemudian beliau shalat dan berkhutbah. Dan setelah itu mengunjungi tempat kaum wanita, lalu mengajar dan menasihati mereka serta menyuruh mereka agar mengeluarkan sedekah.”
Sebelum melaksanakan salat ‘Id, terlebih dahulu Rasulullah membersihkan diri. Lalu beliau berdoa, “Ya Allah, sucikanlah hati kami sebagaimana Engkau sucikan badan kami, sucikanlah bathin kami sebagaimana Engkau telah menyucikan lahir kami, sucikanlah apa yang tersembunyi dari orang lain sebagaimana Engkau telah menyucikan apa yang tampak dari kami.”
Ada juga riwayat yang mengatakan, Rasulullah, setelah mandi, memakai parfum. Anas bin Malik berkata, “Rasulullah SAW memerintahkan kita di dua hari raya mengenakan pakaian terbagus yang kita miliki, menggunakan parfum terbaik yang kita miliki, dan berqurban (bersedekah) dengan apa saja yang paling bernilai yang kita miliki.” (HR Al-Hakim, dan sanadnya baik).
Imam Syafi’i dengan sanad yang juga baik meriwayatkan, Rasulullah SAW mengenakan kain burdah (jubah) yang bagus pada setiap hari raya. Pakain terbagus dalam hal ini bukan berarti baru dibeli, tetapi terbagus dari yang dimiliki. Lebih khusus lagi Imam Syafi’i dan Baghawi meriwayatkan, Nabi SAW memakai pakaian buatan Yaman yang indah pada setiap hari raya (Pakaian buatan Yaman merupakan standar keindahan busana saat itu).
Pada hari istimewa itu, beliau mengenakan hullah, pakaiannya yang terbaik yang biasa beliau kenakan setiap hari raya dan hari Jum’at. Ini merupakan tanda syukur kepada Allah, yang telah memberikan nikmat-Nya.

Kemudian, beliau mengambil beberapa butir kurma untuk dimakan. Kurma yang dimakan biasanya jumlahnya ganjil, seperti satu, tiga, dan berikutnya. Ini pertanda, hari itu umat Islam menghentikan puasanya.
Sepanjang perjalanan dari rumah menuju tempat salat ‘Id, Rasulullah tak henti-hentinya mengumandangkan takbir dengan khidmat. “Allahu Akbar, Allahu Akbar, walillahilhamdu.”
Rasulullah SAW selalu melaksanakan shalat ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha di tanah lapang, seperti disebutkan di dalam hadits riwayat Bukhari-Muslim. Beliau baru melaksanakan salat ‘Id di masjid kalau hari hujan. Menurut ahli fiqih, tempat salat ‘Id yang sering digunakan Rasulullah dan para sahabat itu terletak di sebuah lapangan di pintu timur kota Madinah.
Rasulullah melaksanakan salat ‘Idul Fithri agak siang. Ini untuk memberi kesempatan kepada para sahabat membayar zakat fithrah mereka. Sementara salat ‘Idul Adha dilakukan lebih awal, agar kaum muslimin bisa menyembelih hewan qurban mereka.

Jundab RA berkata, “Rasulullah SAW shalat ‘Idul Fitri dengan kami ketika matahari setinggi dua tombak, dan shalat ‘Idul Adha dengan kami ketika matahari setinggi satu tombak.”
Rasulullah melaksanakan salat ‘Idul Fithri dua rakaat tanpa adzan dan iqamat. Pada rakaat pertama, beliau bertakbir tujuh kali dengan takbiratul ihram dan kaum muslimin di belakangnya bertakbir seperti takbirnya. Kemudian membaca surah Al-Fatihah dan surah lainnya dengan keras.
Pada rakaat kedua, beliau takbir qiyam (berdiri dari sujud) kemudian bertakbir lima kali, kemudian membaca Al-Fatihah, disambung dengan surah lainnya.
Namun ada juga sahabat yang tertinggal shalatnya. Maka misalnya dia hanya mendapat tasyahhud, setelah imam salam dia shalat dua rakaat. Jadi dia shalat dua rakaat, sebagaimana dia ketinggalan dua rakaat dari imam.

Lalu bagaimana dengan orang yang ketinggal shalat hari raya? Menurut Ibnu Mas’ud, “Barang siapa tertinggal shalat hari raya, hendaklah dia shalat empat rakaat sendiri.”
Abu Said Al-Khudri RA berkata, “Rasulullah SAW selalu keluar pada Hari Raya Haji dan Hari Raya Puasa. Beliau memulai dengan shalat. Setelah selesai shalat dan memberi salam, Baginda berdiri menghadap kaum muslimin yang masih duduk di tempat shalatnya masing-masing. Jika mempunyai keperluan yang mesti disampaikan, akan beliau tuturkan hal itu kepada kaum muslimin. Atau ada keperluan lain, maka beliau memerintahkannya kepada kaum muslimin. Beliau pernah bersabda (dalam salah satu khutbahnya di hari raya), ‘Bersedekahlah kalian! Bersedekahlah! Bersedekahlah!’ Dan ternyata kebanyakan yang memberikan sedekah adalah kaum wanita.” (HR Bukhari dan Muslim).

Ketika berangkat untuk melakukan salat ‘Id, Rasulullah selalu melewati jalan yang berbeda ketika pulangnya. Ini memudahkan para sahabat yang hendak menemui beliau untuk mengucapkan selamat hari raya, sekaligus menunjukkan kepada kaum kafir bahwa inilah umat Islam, yang keluar menuju Allah, dan kembali kepada-Nya, mensyukuri nikmat-Nya, dan berjalan di muka bumi ini agar memperoleh keridhaan-Nya.

Saling Bermaafan
Saat bertemu satu sama lain, kaum muslimin saling bermaafan, seraya saling mendoakan. Sebuah hadits yang diriwayatkan dari Khalid bin Ma’dan RA mengatakan, “Aku menemui Watsilah bin Al-Asqa’ pada hari ‘Id, lalu aku mengatakan, ‘Taqabbalallah minna wa minka (Semoga Allah menerima amal ibadahku dan amal ibadahmu).’

Lalu ia menjawab, ‘Taqabbalallah minna wa minka’.

Kemudian Watsilah berkata, ‘Aku menemui Rasulullah SAW pada hari ‘Id, lalu aku mengucapkan: Taqabbalallah minna wa minka.

Lalu Rasulullah SAW menjawab, ‘Ya, taqabbalallah minna wa minka’.” (HR Baihaqi).

Selanjutnya, di masa sahabat. Jika sebagian sahabat bertemu dengan sebagian yang lain, mereka berkata, “Taqabballahu minna wa minkum (Semoga Allah menerima amal ibadahku dan amal ibadah kalian).” (HR Ahmad dengan sanad yang baik).

Pada hari raya, Rasulullah mempersilakan para sahabat untuk bergembira. Seperti mengadakan pertunjukan tari dan musik, makan dan minum, serta hiburan lainnya. Namun semua kegembiraan itu tidak dilakukan secara berlebihan atau melanggar batas keharaman. Karena, hari itu adalah hari-hari makan, minum, dan dzikir kepada Allah Azza wa Jalla (HR Muslim).

Aisyah RA menceritakan, “Di Hari Raya ‘Idul Fithri, Rasulullah masuk ke rumahku. Ketika itu, di sampingku ada dua orang tetangga yang sedang bernyanyi dengan nyanyian bu’ats (bagian dari nyayian pada hari-hari besar bangsa Arab ketika terjadi perselisihan antara Kabilah Aush dan Khazraj sebelum masuk Islam). Kemudian Rasulullah berbaring sambil memalingkan mukanya.

Tidak lama setelah itu Abu Bakar masuk, lalu berkata, ‘Kenapa membiarkan nyanyian setan berada di samping Rasulullah?’

Mendengar hal itu, Rasulullah menengok kepada Abu Bakar seraya berkata, ‘Wahai Abu Bakar, sesungguhnya setiap kaum itu mempunyai hari raya, dan hari ini adalah hari raya kita’.”
(HR Bukhari dan Muslim).

Ada juga riwayat dari Imam Bukhari yang menceritakan, “Rasulullah SAW masuk ke tempatku (Aisyah), kebetulan di sana ada dua orang sahaya sedang menyanyikan syair-syair Perang Bu’ats (Bu’ats adalah nama benteng kepunyaan suku Aus; sedang hari Bu’ats ialah suatu hari yang terkenal di kalangan Arab, waktu terjadi pertempuran besar di antara suku Aus dan Khazraj). Beliau terus masuk dan berbaring di ranjang sambil memalingkan kepalanya.

Tiba-tiba masuk pula Abu Bakar dan membentakku seraya berkata, ‘(Mengapa mereka) mengadakan seruling setan di hadapan Nabi?’

Maka Nabi pun berpaling kepadanya, beliau berkata, ‘Biarkanlah mereka.’
Kemudian setelah beliau terlena, aku pun memberi isyarat kepada mereka supaya keluar, dan mereka pun pergi.

Dan waktu hari raya itu banyak orang Sudan mengadakan permainan senjata dan perisai. Adakalanya aku meminta kepada Nabi SAW untuk melihat, dan adakalanya pula beliau sendiri yang menawarkan, ‘Inginkah kau melihatnya?’

Aku jawab, ‘Ya.’

Maka disuruhnya aku berdiri di belakangnya, hingga kedua pipi kami bersentuhan, lalu sabdanya, ‘Teruskan, hai Bani ‘Arfadah!’

Demikianlah sampai aku merasa bosan.

Maka beliau bertanya, ‘Cukupkah?’

Aku jawab, ‘Cukup.’

‘Kalau begitu, pergilah!’ kata beliau.”

Hakikat Kemenangan
Demikianlah, Ramadhan telah melewati kita. Tapi kebaikan-kebaikan lain tetap mesti dipertahakan.
Puasa Ramadhan memang telah berakhir, tapi puasa-puasa sunnah, misalnya, tidaklah berakhir, tetap menanti kita. Seperti puasa enam hari di bulan Syawwal, puasa Senin-Kamis, puasa tiga hari dalam sebulan (ayyaamul bidh, tanggal 13, 14, dan 15 tiap bulan), puasa Asyura’ (tanggal 10 Muharram), puasa Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah), dan lain-lain.

Tarawih memang telah berlalu, tapi Tahajjud, misalnya, tetap menanti kita. Juga bermunajat di tengah malam, yang merupakan kebiasaan orang-orang shalih. Abu Sulaiman Ad-Daaraani rahimahullah berkata, “Seandainya tidak ada malam, niscaya aku tidak ingin hidup di dunia.”
Zakat fithrah memang telah berlalu, tapi zakat wajib dan pintu sedekah masih terbuka lebar pada waktu-waktu yang lain.

Karenanya, memasuki ‘Idul Fithri, yang berarti jiwa kita menjadi fithri (suci), “tampilan” kita harus lebih Islami. Baik tujuan, orientasi, motivasi, fikrah (pemikiran), akhlaq, moral, perilaku, interaksi, kebijakan, aktivitas, kiprah, peran, maupun yang lainnya. Individu, rumah tangga, ataupun sosial. Rakyat, ataupun pejabat. Ini merupakan indikator diterimanya puasa Ramadhan kita. Karena jika Allah SWT menerima amal seseorang, Dia akan menolongnya untuk mengadakan perubahan diri ke arah yang lebih positif dan meningkatkan amal kebajikan.
Seorang penyair Arab mengingatkan dalam sya’irya:
Bukanlah Hari Raya ‘Id itu
bagi orang yang berbaju baru
Melainkan hakikat ‘Id itu
bagi orang yang bertambah ta’atnya

Semoga dengan latihan yang telah kita lakukan selama bulan Ramadhan ini, kita disampaikan Allah kepada ketaqwaan. Semoga ketaqwaan ini dapat kita terus pertahankan dan kita jadikan sebagai pakaian kita sehari-hari. Dan semoga kita masih dapat dipertemukan Allah dengan Ramadhan berikutnya.

Taqabbalallahu minna waminkum ^_^

22.02 Share:

0 komentar:

Kamis, 01 Agustus 2013

Al-Abadillah

Zaid bin Tsabit Radhiyallahu ‘anhu 
(wafat 45 H)

Assalammualaikum,
 Setelah beberapa waktu ini saya tulis artikel di luar artikel mengenai biografi singkat para ulama ahli hadist, maka kesempatan ini saya teruskan kembali artikel mengenai biografi singkat para ulama ahli,  selamat membaca dan jangan lupa kritik dan sarannya sangat di butuhkan oleh admind
cekidot :
 
Nama lengkapnya adalah Zaid bin Tsabit bin Adh-Dhahak bin Zaid Ludzan bin Amru, dia masuk islam ketika umur 11 tahun ketika perang Badar terjadi.

Perjalanan hidupnya.

Nabi menyerahkan bendera Bani Malik bin an-Najjar kepada ‘Imarah sebagai komandan perang Tabuk, lalu Nabi mengambilnya dan diserahkan kepada Zaid bin Tsabit. Ketika beliau memintanya, maka Imarah bertanya,” Ya Rasulullah, apakah engkau akan menyerahkan sesuatu yang engkau berikan kepadaku?. Beliau menjawab,” Tidak, tetapi al-Quran harus didahulukan, dan Zaid bin Tsabit lebih banyak menguasai bacaan Al-Quran daripadamu”.

Zaid juga sebagai penulis wahyu bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam.

Saat Umar menjadi Khalifah dia diangkat sebagai amir (gubernur) Madinah sebanyak 3 kali di ibukota atau di wilayah pusat kekuasaan, dan dia juga ditugaskan untuk mengumpulkan al-Quran atas perintah Abu Bakar dan Umar sebagai mana dijelaskan dalam riwayat yang diriwayatkan oleh Bukhari : “Zaid bin Tsabit berkata” Aku disuruh menghadap Abu Bakar berkenaan dengan pembunuhan yang dilakukan penduduk Yamamah, dan ketika itu dihadapan nya ada Umar bin al-Khaththab. Lalu Abu Bakar berkata, “Jika perang terus berkecamuk banyak memakan korban jiwa kaum muslimin, banyak para penghapal al-Quran di negeri ini terbunuh, dimana akhirnya banyak bagian al-Quran yang hilang maka agar al-Quran dibukukan, aku berpandangan sama dengan Umar, engkau laki laki yang cerdas dan masih muda, maka cari dan kumpulkanlah (Mushaf) al-Quran”.

Zaid bin Tsabit adalah seorang ulama yang kedudukannya sama dengan para ulama dari kalangan sahabat lainnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,” Umatku yang paling menguasai ilmu Faraidh adalah Zaid bin Tsabit”.
Riwayat lain yang senada terdapat dalam riwayat Imam an-Nasa’I dan Ibnu Majah, dimana nabi bersabda,” Umatku yang paling penyayang adalah Abu Bakar, yang paling kuat kesaksiannya dihadapan Allah adalah Umar, yang paling diakui perasaan malunya adalah Utsman dan yang paling menguasai faraidh adalah Zaid bin Tsabit”.
Ketika Zaid bin Tsabit wafat maka Abu Hurairah berkata,” Telah wafat orang terbaik dari umat ini semoga Allah menjadikan Ibnu abbas sebagai penggantinya”.

Wafatnya
Ia wafat di Madinah pada tahun 45 H dalam usia 56 tahun (dalam riwayat lain ia wafat tahun 51 H atau 52 H)

Disalin Zaid bin Tsabit dalam dari biografi Shafwah ash shafwah ibnu Jauzi, Al-Istia’aab Ibn Al-Barr

Zaid bin Tsabit Radhiyallahu ‘anhu

Posted by Unknown  |  No comments

Al-Abadillah

Zaid bin Tsabit Radhiyallahu ‘anhu 
(wafat 45 H)

Assalammualaikum,
 Setelah beberapa waktu ini saya tulis artikel di luar artikel mengenai biografi singkat para ulama ahli hadist, maka kesempatan ini saya teruskan kembali artikel mengenai biografi singkat para ulama ahli,  selamat membaca dan jangan lupa kritik dan sarannya sangat di butuhkan oleh admind
cekidot :
 
Nama lengkapnya adalah Zaid bin Tsabit bin Adh-Dhahak bin Zaid Ludzan bin Amru, dia masuk islam ketika umur 11 tahun ketika perang Badar terjadi.

Perjalanan hidupnya.

Nabi menyerahkan bendera Bani Malik bin an-Najjar kepada ‘Imarah sebagai komandan perang Tabuk, lalu Nabi mengambilnya dan diserahkan kepada Zaid bin Tsabit. Ketika beliau memintanya, maka Imarah bertanya,” Ya Rasulullah, apakah engkau akan menyerahkan sesuatu yang engkau berikan kepadaku?. Beliau menjawab,” Tidak, tetapi al-Quran harus didahulukan, dan Zaid bin Tsabit lebih banyak menguasai bacaan Al-Quran daripadamu”.

Zaid juga sebagai penulis wahyu bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam.

Saat Umar menjadi Khalifah dia diangkat sebagai amir (gubernur) Madinah sebanyak 3 kali di ibukota atau di wilayah pusat kekuasaan, dan dia juga ditugaskan untuk mengumpulkan al-Quran atas perintah Abu Bakar dan Umar sebagai mana dijelaskan dalam riwayat yang diriwayatkan oleh Bukhari : “Zaid bin Tsabit berkata” Aku disuruh menghadap Abu Bakar berkenaan dengan pembunuhan yang dilakukan penduduk Yamamah, dan ketika itu dihadapan nya ada Umar bin al-Khaththab. Lalu Abu Bakar berkata, “Jika perang terus berkecamuk banyak memakan korban jiwa kaum muslimin, banyak para penghapal al-Quran di negeri ini terbunuh, dimana akhirnya banyak bagian al-Quran yang hilang maka agar al-Quran dibukukan, aku berpandangan sama dengan Umar, engkau laki laki yang cerdas dan masih muda, maka cari dan kumpulkanlah (Mushaf) al-Quran”.

Zaid bin Tsabit adalah seorang ulama yang kedudukannya sama dengan para ulama dari kalangan sahabat lainnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,” Umatku yang paling menguasai ilmu Faraidh adalah Zaid bin Tsabit”.
Riwayat lain yang senada terdapat dalam riwayat Imam an-Nasa’I dan Ibnu Majah, dimana nabi bersabda,” Umatku yang paling penyayang adalah Abu Bakar, yang paling kuat kesaksiannya dihadapan Allah adalah Umar, yang paling diakui perasaan malunya adalah Utsman dan yang paling menguasai faraidh adalah Zaid bin Tsabit”.
Ketika Zaid bin Tsabit wafat maka Abu Hurairah berkata,” Telah wafat orang terbaik dari umat ini semoga Allah menjadikan Ibnu abbas sebagai penggantinya”.

Wafatnya
Ia wafat di Madinah pada tahun 45 H dalam usia 56 tahun (dalam riwayat lain ia wafat tahun 51 H atau 52 H)

Disalin Zaid bin Tsabit dalam dari biografi Shafwah ash shafwah ibnu Jauzi, Al-Istia’aab Ibn Al-Barr

23.02 Share:

0 komentar:



Minal 'Aidin wal-Faizin adalah tradisi yang biasa diucapkan antara saat merayakan Idul Fitri, setelah menunaikan ibadah puasa pada bulan ramadan. Ucapan ini secara harfiah diterjemahkan menjadi "dari (yang) kembali dan berhasil," secara umum ditejemahkan "Semoga kita semua tergolong mereka yang kembali (ke fitrah) dan berhasil (dalam latihan menahan diri)"

Ucapan "Minal 'Aidin wal-Faizin"disertai "mohon maaf lahir dan Batin" di saat hari Idul Fitri , merupakan budaya umat Islam di Indonesia, biarpun berbahasa Arab, ucapan ini tidak akan dimengerti maknanya oleh orang Arab, dan kalimat ini tidak ada dalam kosa kata kamus bahasa Arab, dan hanya dapat dijumpai makna kata per katanya saja. Tidak ada dasar-dasar yang jelas tentang ucapan ini, baik berupa hadist, atsar atau lainnya.

"Minal Aidin Wal Faizin dgn “mohon maaf lahir dan batin”.
Ucapan tsb banyak dilakukan orang saat berlebaran dan sangat populer, namun sayang TIDAK ADA DASARNYA dan TIDAK JELAS ASAL USULNYA.

Mari kita perhatikan apa yg dilakukan sahabat Rasulullah.
Perlu diketahui bahwa telah terdapat berbagai riwayat dari beberapa sahabat radhiyallahu ‘anhum bahwa mereka biasa mengucapkan selamat di hari raya di antara mereka dengan ucapan “Taqobbalallahu minna wa minkum” (Semoga Allah menerima amalku dan amal kalian).

فعن جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ قَالَ : كَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اِلْتَقَوْا يَوْمَ الْعِيدِ يَقُولُ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ : تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْك . قال الحافظ : إسناده حسن .

Dari Jubair bin Nufair, ia berkata bahwa jika para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berjumpa dengan hari ‘ied (Idul Fithri ), satu sama lain saling mengucapkan, “Taqobbalallahu minna wa minka (Semoga Allah menerima amalku dan amal kalian).” Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan.
Jawabannya : نَعَمْ, تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْك

Nah para saudara sekalian, lalu kenapa Minal Aidzin Walfaidzin?

Renungkanlah Firman Allah:
أَتَسْتَبْدِلُونَ الَّذِي هُوَ أَدْنَىٰ بِالَّذِي هُوَ خَيْرٌ ؟

“Apakah kalian ingin mengambil sesuatu yg rendah sebagai pengganti yg lebih baik?” (Al-Baqarah 61)

Jadi ucapkanlah :
تَقَبّلَ اللّهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ

Allah ‘Azza wa Jalla telah mengingatkan dalam Al-Qur`an Al-Karim,

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

“Pada hari ini, telah Kusempurnakan agama kalian untuk kalian, telah Kucukupkan nikmat-Ku kepada kalian, dan telah Kuridhai Islam sebagai agama bagi kalian.” [Al-Ma`idah: 3]

Allah Subhanahu Juga mengingatkan,

أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ

“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan, untuk mereka, agama yang tidak Allah izinkan?” [Asy-Syura: 21]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan,

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa yang mengada-adakan (perkara baru) dalam urusan kami ini yang bukan berasal dari (urusan kami), perkara tersebut tertolak.” [HR.Bukhori Bukhary dan Muslim )

Semoga Allah Azza Wa Jalla selalu menuntun kita ke jalan yg lurus dijauhkan dari kesyirikan dan sesatnya bid'ah

So what do you think ?...

By : Abu Bakar Rieswanda

MINAL AIDIN WAL FAIZIN ??

Posted by Unknown  |  No comments



Minal 'Aidin wal-Faizin adalah tradisi yang biasa diucapkan antara saat merayakan Idul Fitri, setelah menunaikan ibadah puasa pada bulan ramadan. Ucapan ini secara harfiah diterjemahkan menjadi "dari (yang) kembali dan berhasil," secara umum ditejemahkan "Semoga kita semua tergolong mereka yang kembali (ke fitrah) dan berhasil (dalam latihan menahan diri)"

Ucapan "Minal 'Aidin wal-Faizin"disertai "mohon maaf lahir dan Batin" di saat hari Idul Fitri , merupakan budaya umat Islam di Indonesia, biarpun berbahasa Arab, ucapan ini tidak akan dimengerti maknanya oleh orang Arab, dan kalimat ini tidak ada dalam kosa kata kamus bahasa Arab, dan hanya dapat dijumpai makna kata per katanya saja. Tidak ada dasar-dasar yang jelas tentang ucapan ini, baik berupa hadist, atsar atau lainnya.

"Minal Aidin Wal Faizin dgn “mohon maaf lahir dan batin”.
Ucapan tsb banyak dilakukan orang saat berlebaran dan sangat populer, namun sayang TIDAK ADA DASARNYA dan TIDAK JELAS ASAL USULNYA.

Mari kita perhatikan apa yg dilakukan sahabat Rasulullah.
Perlu diketahui bahwa telah terdapat berbagai riwayat dari beberapa sahabat radhiyallahu ‘anhum bahwa mereka biasa mengucapkan selamat di hari raya di antara mereka dengan ucapan “Taqobbalallahu minna wa minkum” (Semoga Allah menerima amalku dan amal kalian).

فعن جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ قَالَ : كَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اِلْتَقَوْا يَوْمَ الْعِيدِ يَقُولُ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ : تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْك . قال الحافظ : إسناده حسن .

Dari Jubair bin Nufair, ia berkata bahwa jika para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berjumpa dengan hari ‘ied (Idul Fithri ), satu sama lain saling mengucapkan, “Taqobbalallahu minna wa minka (Semoga Allah menerima amalku dan amal kalian).” Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan.
Jawabannya : نَعَمْ, تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْك

Nah para saudara sekalian, lalu kenapa Minal Aidzin Walfaidzin?

Renungkanlah Firman Allah:
أَتَسْتَبْدِلُونَ الَّذِي هُوَ أَدْنَىٰ بِالَّذِي هُوَ خَيْرٌ ؟

“Apakah kalian ingin mengambil sesuatu yg rendah sebagai pengganti yg lebih baik?” (Al-Baqarah 61)

Jadi ucapkanlah :
تَقَبّلَ اللّهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ

Allah ‘Azza wa Jalla telah mengingatkan dalam Al-Qur`an Al-Karim,

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

“Pada hari ini, telah Kusempurnakan agama kalian untuk kalian, telah Kucukupkan nikmat-Ku kepada kalian, dan telah Kuridhai Islam sebagai agama bagi kalian.” [Al-Ma`idah: 3]

Allah Subhanahu Juga mengingatkan,

أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ

“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan, untuk mereka, agama yang tidak Allah izinkan?” [Asy-Syura: 21]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan,

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa yang mengada-adakan (perkara baru) dalam urusan kami ini yang bukan berasal dari (urusan kami), perkara tersebut tertolak.” [HR.Bukhori Bukhary dan Muslim )

Semoga Allah Azza Wa Jalla selalu menuntun kita ke jalan yg lurus dijauhkan dari kesyirikan dan sesatnya bid'ah

So what do you think ?...

By : Abu Bakar Rieswanda

20.51 Share:

0 komentar:

Rabu, 31 Juli 2013


Widget TV Online Mivo TV Online

TV Online

Posted by Unknown  |  No comments


Widget TV Online Mivo TV Online

23.52 Share:

0 komentar:

Selasa, 30 Juli 2013


Terjadinya lailatul qadar di tujuh malam terakhir bulan ramadhan itu lebih memungkinkan sebagaimana hadits dari Ibnu Umar bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْتَمِسُوهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ - يَعْنِى لَيْلَةَ الْقَدْرِ - فَإِنْ ضَعُفَ أَحَدُكُمْ أَوْ عَجَزَ فَلاَ يُغْلَبَنَّ عَلَى السَّبْعِ الْبَوَاقِى

“Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir, namun jika ia ditimpa keletihan, maka janganlah ia dikalahkan pada tujuh malam yang tersisa.” (HR. Muslim)

Dan yang memilih pendapat bahwa lailatul qadar adalah malam kedua puluh tujuh . Namun pendapat yang paling kuat dari berbagai pendapat yang ada bahwa lailatul qadar itu terjadi pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir dan waktunya berpindah-pindah dari tahun ke tahun. Mungkin pada tahun tertentu terjadi pada malam kedua puluh tujuh atau mungkin juga pada tahun yang berikutnya terjadi pada malam kedua puluh lima tergantung kehendak dan hikmah Allah Ta’ala. Hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الْتَمِسُوهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى تَاسِعَةٍ تَبْقَى ، فِى سَابِعَةٍ تَبْقَى ، فِى خَامِسَةٍ تَبْقَى

“Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan pada sembilan, tujuh, dan lima malam yang tersisa.” (HR. Bukhari)

Hikmah Allah menyembunyikan pengetahuan tentang terjadinya malam lailatul qadar di antaranya adalah agar terbedakan antara orang yang sungguh-sungguh untuk mencari malam tersebut dengan orang yang malas. Karena orang yang benar-benar ingin mendapatkan sesuatu tentu akan bersungguh-sungguh dalam mencarinya. Hal ini juga sebagai rahmat Allah agar hamba memperbanyak amalan pada hari-hari tersebut dengan demikian mereka akan semakin bertambah dekat dengan-Nya dan akan memperoleh pahala yang amat banyak. Semoga Allah memudahkan kita memperoleh malam yang penuh keberkahan ini. Amin Ya Sami’ad Da’awat.

Tanda Malam Lailatul Qadar

[1] Udara dan angin sekitar terasa tenang. Sebagaimana dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْلَةُ القَدَرِ لَيْلَةٌ سَمْحَةٌ طَلَقَةٌ لَا حَارَةً وَلَا بَارِدَةً تُصْبِحُ الشَمْسُ صَبِيْحَتُهَا ضَعِيْفَةٌ حَمْرَاء

“Lailatul qadar adalah malam yang penuh kelembutan, cerah, tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin, pada pagi hari matahari bersinar lemah dan nampak kemerah-merahan.” (HR. Ath Thoyalisi)

[2] Malaikat menurunkan ketenangan sehingga manusia merasakan ketenangan tersebut dan merasakan kelezatan dalam beribadah, yang tidak didapatkan pada hari-hari yang lain.

[3] Manusia dapat melihat malam ini dalam mimpinya sebagaimana terjadi pada sebagian sahabat.

[4] Matahari akan terbit pada pagi harinya dalam keadaan jernih, tidak ada sinar. Dari Abi bin Ka’ab bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya,”Shubuh hari dari malam lailatul qadar matahari terbit tanpa sinar, seolah-olah mirip bejana hingga matahari itu naik.” (HR. Muslim)

by:
WargaLDII.com

HIKMAH ALLAH MENYEMBUNYIKAN ,Kapan Malam Lailatul Qadar Terjadi

Posted by Unknown  |  No comments


Terjadinya lailatul qadar di tujuh malam terakhir bulan ramadhan itu lebih memungkinkan sebagaimana hadits dari Ibnu Umar bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْتَمِسُوهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ - يَعْنِى لَيْلَةَ الْقَدْرِ - فَإِنْ ضَعُفَ أَحَدُكُمْ أَوْ عَجَزَ فَلاَ يُغْلَبَنَّ عَلَى السَّبْعِ الْبَوَاقِى

“Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir, namun jika ia ditimpa keletihan, maka janganlah ia dikalahkan pada tujuh malam yang tersisa.” (HR. Muslim)

Dan yang memilih pendapat bahwa lailatul qadar adalah malam kedua puluh tujuh . Namun pendapat yang paling kuat dari berbagai pendapat yang ada bahwa lailatul qadar itu terjadi pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir dan waktunya berpindah-pindah dari tahun ke tahun. Mungkin pada tahun tertentu terjadi pada malam kedua puluh tujuh atau mungkin juga pada tahun yang berikutnya terjadi pada malam kedua puluh lima tergantung kehendak dan hikmah Allah Ta’ala. Hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الْتَمِسُوهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى تَاسِعَةٍ تَبْقَى ، فِى سَابِعَةٍ تَبْقَى ، فِى خَامِسَةٍ تَبْقَى

“Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan pada sembilan, tujuh, dan lima malam yang tersisa.” (HR. Bukhari)

Hikmah Allah menyembunyikan pengetahuan tentang terjadinya malam lailatul qadar di antaranya adalah agar terbedakan antara orang yang sungguh-sungguh untuk mencari malam tersebut dengan orang yang malas. Karena orang yang benar-benar ingin mendapatkan sesuatu tentu akan bersungguh-sungguh dalam mencarinya. Hal ini juga sebagai rahmat Allah agar hamba memperbanyak amalan pada hari-hari tersebut dengan demikian mereka akan semakin bertambah dekat dengan-Nya dan akan memperoleh pahala yang amat banyak. Semoga Allah memudahkan kita memperoleh malam yang penuh keberkahan ini. Amin Ya Sami’ad Da’awat.

Tanda Malam Lailatul Qadar

[1] Udara dan angin sekitar terasa tenang. Sebagaimana dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْلَةُ القَدَرِ لَيْلَةٌ سَمْحَةٌ طَلَقَةٌ لَا حَارَةً وَلَا بَارِدَةً تُصْبِحُ الشَمْسُ صَبِيْحَتُهَا ضَعِيْفَةٌ حَمْرَاء

“Lailatul qadar adalah malam yang penuh kelembutan, cerah, tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin, pada pagi hari matahari bersinar lemah dan nampak kemerah-merahan.” (HR. Ath Thoyalisi)

[2] Malaikat menurunkan ketenangan sehingga manusia merasakan ketenangan tersebut dan merasakan kelezatan dalam beribadah, yang tidak didapatkan pada hari-hari yang lain.

[3] Manusia dapat melihat malam ini dalam mimpinya sebagaimana terjadi pada sebagian sahabat.

[4] Matahari akan terbit pada pagi harinya dalam keadaan jernih, tidak ada sinar. Dari Abi bin Ka’ab bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya,”Shubuh hari dari malam lailatul qadar matahari terbit tanpa sinar, seolah-olah mirip bejana hingga matahari itu naik.” (HR. Muslim)

by:
WargaLDII.com

21.07 Share:

0 komentar:

Senin, 29 Juli 2013

Contac Person For GDC


Disini ada beberapa kontak atau sarana komunikasi yang ada di Desa Cibubur , insyaalloh lengkap lur, keritik dan sarananya yang membangun bisa di kirimkan mulai dari email , website , dan banyak lagi . Nih bakal dijelasin satu satu yaa :

  1. Facebook : Generus Cibubur
  2. Official Twitter : @generuscibubur
  3. Email : generus.desacibubur@gmail.com
  4. Blogger : geerusdc.blogspot.com
  5. Atau nomer hp divisi Medkominfo GDC
Nah ini beberapa kontak person yang ada di GDC :) amal solih semua ini bisa diramaikan dan di lancar kan . Kalau ada pertanyaan saran atau kritikan apapun bisa menghubungi kontak yang ada di atas  oke hehehe . Semoga alloh paring selamat lancar barokah

#INTANSURULLOHA YAN SURUKUM !

Contac Person For Generus Desa Cibubur

Posted by Unknown  |  No comments

Contac Person For GDC


Disini ada beberapa kontak atau sarana komunikasi yang ada di Desa Cibubur , insyaalloh lengkap lur, keritik dan sarananya yang membangun bisa di kirimkan mulai dari email , website , dan banyak lagi . Nih bakal dijelasin satu satu yaa :

  1. Facebook : Generus Cibubur
  2. Official Twitter : @generuscibubur
  3. Email : generus.desacibubur@gmail.com
  4. Blogger : geerusdc.blogspot.com
  5. Atau nomer hp divisi Medkominfo GDC
Nah ini beberapa kontak person yang ada di GDC :) amal solih semua ini bisa diramaikan dan di lancar kan . Kalau ada pertanyaan saran atau kritikan apapun bisa menghubungi kontak yang ada di atas  oke hehehe . Semoga alloh paring selamat lancar barokah

#INTANSURULLOHA YAN SURUKUM !

22.29 Share:

0 komentar:

Visi :


  • Menjadi generasi penerus yang faqih,berakhqul karimah,mandiri dan berdaya juang tinggi
Misi :

  1. Melakukan pembinaan Muda-Mudi secara terarah , terprogram dan berkesinambungan
  2. Membekali Muda-Mudi dengan kepahaman agama dan bersemangat untuk berjuang dalam sabillilah
  3. Menerpakan 6 tobiat luhur dalam jamaah
  ini lah Visi-Misi Kepengurusan desa Cibubur dengan selalu mengedepankan niat karna ALLOH perjuangan mensyiarkan AL-Qur'an dan Hadist sesuai dengan pemahaman 3 generasi awal islam . Semoga Alloh paring selamat lancar barokah :)


INTANSURULLOHA YAN SURUKUM

Visi-Misi Kepengerusan Muda-Mudi (Remaja Masjid) Desa Cibubur

Posted by Unknown  |  No comments

Visi :


  • Menjadi generasi penerus yang faqih,berakhqul karimah,mandiri dan berdaya juang tinggi
Misi :

  1. Melakukan pembinaan Muda-Mudi secara terarah , terprogram dan berkesinambungan
  2. Membekali Muda-Mudi dengan kepahaman agama dan bersemangat untuk berjuang dalam sabillilah
  3. Menerpakan 6 tobiat luhur dalam jamaah
  ini lah Visi-Misi Kepengurusan desa Cibubur dengan selalu mengedepankan niat karna ALLOH perjuangan mensyiarkan AL-Qur'an dan Hadist sesuai dengan pemahaman 3 generasi awal islam . Semoga Alloh paring selamat lancar barokah :)


INTANSURULLOHA YAN SURUKUM

21.41 Share:

0 komentar:

Pengajian Malam Bina ,Taqwa dan Sahur Bersama

Muda/mudi Desa Cibubur

    Hari sabtu 27-28 Juli 2013 , Kepengurusan muda/mudi desa cibubur yang pertamakalinya mengadakan acara “Pengajian Malam Bina ,Taqwa dan Sahur Bersama” di Masjid Agung Baitusshhobbirin ,Rawa Kuda ,Cibubur.

     Acara ini dibuat sebagai pengganti acara Buka puasa bersama seperti tahun-tahun sebelumnya, mengingat banyaknya acara muda/mudi  di luaran sana yang mengadakan buka puasa bersama dan biasanya kalau di adakan acara buka puasa bersama muda/mudi desa ,para muda/mudi datang tidak tepat waktu/ mepet dengan waktu buka puasa sehingga pemberian materi dan nasehat kurang maksimal maka dari itu kepengurusan muda/mudi mensiasati dengan mengadakan acara “Pengajian Malam Bina ,Taqwa dan Sahur Bersama” , Alhamdulillah peserta yang hadir kurang lebih 100 muda/mudi atau 50% dari total muda/mudi desa cibubur.
    

Acara ini di adakan setelah solat tarawih pukul 20;30 dengan terlebih dahulu di buka oleh mas.Edy selaku wakil II koordinator muda/mudi, kemudian di isi bacaan Qur’an oleh mubalig bujang kita mas.Nur sampai pukul 21:15 ,

setelah itu di isi nasihat oleh mas.catur nugraha selaku koordinator muda/mudi (ketua remaja masjid) Desa Cibubur  kurang lebih 30 menit sampai pukul 22:00,  




   lanjut di isi meteri Makalah CAI (Cinta Alam Indonesia) dengan tema "Membangun karakter melalui refleksi untuk negri" oleh mas.Rian selaku mubalig bujang desa cibubur ,pada pukul 22:00 – 23:00 kemudian sesi pertanyaan mengenai materi CAI yang di sampaikan sebelumnya  oleh mas.rian dan pemberian hadiah kepada muda/mudi yang berani tampil ke depan untuk menjawabnya 




lalu acara berikutnya game’s keakraban oleh seluruh pengurus muda/mudi desa cibubur dari pukul 23:00 sampai dengan 00:00. salah satu contoh dari mas-mas dan mba-mba muda/mudi desa cibubur di atas adalah sedang  membuat bagunan dari kertas HVS dan di taruh di atas nya bangunan tersebut Aqua gelas yg berisikan AIR, untuk membuktikan kekuatan dari bangunan yang di buat,
dari game’s ini dapat di ambil hikmahnya, bahwa  suatu fondasi yang kuat dan keterkaitan antara kertas yang satu dengan yang lainnya akan dapat mengangkat beban yg lebih besar, makna yang tersirat di sini yaitu apa bila suatu generasi penerus negara ini di bagun dengan kefahaman agama yang kuat maka seberat apapun rintangan di depan akan mudah di hadapi dan tidak mudah terpengaruh oleh perkembangan zaman yg membuat akhlaq manusia menurun.



setelah itu  di lanjut istirahat(tidur)/acara bebas 00:00 – 02:30.
kita bisa lihat muda/mudi desa cibubur yang tertidur lelap dan ada pula yang memanfaatkan waktu untuk menderes Al-Qur’an.

  kemudian di mulai lagi pukul 02;30 yang di isi nasehat oleh pengurus masjid desa cibubur Pak.shiman  selama 30 menit  ,

 di lanjutkembali materi makalah CAI dengan tema "birul walidain" oleh mas abu, kemudian sahur bersama,


sambil menyantap makanan sahur di isi tampilan slid foto” kegiatan sebelumnya , dan sedikit materi pemantapan dari mas Afghan selaku wakil 1 koordinator muda/mudi desa Cibubur.

Alhamdullilah Acara ini dapat berjalan dengan lancar tanpa adanya hambatan yang berarti, atas dukungan seluruh pengurus ,kekompakan dan kerjasama muda/mudi desa cibubur juga sodaqoh sedulur jamaah sehingga acara ini dapat terlaksana , kami ucapkan syukur
 Alhamdulillah  Jazakumullohukhoiro



Semoga Alloh selalu paring selamat lancar barokah buat kepengurusan Muda-Mudi (Remaja Masjid) Desa Cibubur :)

Pengajian Malam Bina ,Taqwa dan Sahur Bersama (Muda/mudi Desa Cibubur)

Posted by Unknown  |  1 comment

Pengajian Malam Bina ,Taqwa dan Sahur Bersama

Muda/mudi Desa Cibubur

    Hari sabtu 27-28 Juli 2013 , Kepengurusan muda/mudi desa cibubur yang pertamakalinya mengadakan acara “Pengajian Malam Bina ,Taqwa dan Sahur Bersama” di Masjid Agung Baitusshhobbirin ,Rawa Kuda ,Cibubur.

     Acara ini dibuat sebagai pengganti acara Buka puasa bersama seperti tahun-tahun sebelumnya, mengingat banyaknya acara muda/mudi  di luaran sana yang mengadakan buka puasa bersama dan biasanya kalau di adakan acara buka puasa bersama muda/mudi desa ,para muda/mudi datang tidak tepat waktu/ mepet dengan waktu buka puasa sehingga pemberian materi dan nasehat kurang maksimal maka dari itu kepengurusan muda/mudi mensiasati dengan mengadakan acara “Pengajian Malam Bina ,Taqwa dan Sahur Bersama” , Alhamdulillah peserta yang hadir kurang lebih 100 muda/mudi atau 50% dari total muda/mudi desa cibubur.
    

Acara ini di adakan setelah solat tarawih pukul 20;30 dengan terlebih dahulu di buka oleh mas.Edy selaku wakil II koordinator muda/mudi, kemudian di isi bacaan Qur’an oleh mubalig bujang kita mas.Nur sampai pukul 21:15 ,

setelah itu di isi nasihat oleh mas.catur nugraha selaku koordinator muda/mudi (ketua remaja masjid) Desa Cibubur  kurang lebih 30 menit sampai pukul 22:00,  




   lanjut di isi meteri Makalah CAI (Cinta Alam Indonesia) dengan tema "Membangun karakter melalui refleksi untuk negri" oleh mas.Rian selaku mubalig bujang desa cibubur ,pada pukul 22:00 – 23:00 kemudian sesi pertanyaan mengenai materi CAI yang di sampaikan sebelumnya  oleh mas.rian dan pemberian hadiah kepada muda/mudi yang berani tampil ke depan untuk menjawabnya 




lalu acara berikutnya game’s keakraban oleh seluruh pengurus muda/mudi desa cibubur dari pukul 23:00 sampai dengan 00:00. salah satu contoh dari mas-mas dan mba-mba muda/mudi desa cibubur di atas adalah sedang  membuat bagunan dari kertas HVS dan di taruh di atas nya bangunan tersebut Aqua gelas yg berisikan AIR, untuk membuktikan kekuatan dari bangunan yang di buat,
dari game’s ini dapat di ambil hikmahnya, bahwa  suatu fondasi yang kuat dan keterkaitan antara kertas yang satu dengan yang lainnya akan dapat mengangkat beban yg lebih besar, makna yang tersirat di sini yaitu apa bila suatu generasi penerus negara ini di bagun dengan kefahaman agama yang kuat maka seberat apapun rintangan di depan akan mudah di hadapi dan tidak mudah terpengaruh oleh perkembangan zaman yg membuat akhlaq manusia menurun.



setelah itu  di lanjut istirahat(tidur)/acara bebas 00:00 – 02:30.
kita bisa lihat muda/mudi desa cibubur yang tertidur lelap dan ada pula yang memanfaatkan waktu untuk menderes Al-Qur’an.

  kemudian di mulai lagi pukul 02;30 yang di isi nasehat oleh pengurus masjid desa cibubur Pak.shiman  selama 30 menit  ,

 di lanjutkembali materi makalah CAI dengan tema "birul walidain" oleh mas abu, kemudian sahur bersama,


sambil menyantap makanan sahur di isi tampilan slid foto” kegiatan sebelumnya , dan sedikit materi pemantapan dari mas Afghan selaku wakil 1 koordinator muda/mudi desa Cibubur.

Alhamdullilah Acara ini dapat berjalan dengan lancar tanpa adanya hambatan yang berarti, atas dukungan seluruh pengurus ,kekompakan dan kerjasama muda/mudi desa cibubur juga sodaqoh sedulur jamaah sehingga acara ini dapat terlaksana , kami ucapkan syukur
 Alhamdulillah  Jazakumullohukhoiro



Semoga Alloh selalu paring selamat lancar barokah buat kepengurusan Muda-Mudi (Remaja Masjid) Desa Cibubur :)

21.23 Share:

1 komentar:

Kamis, 25 Juli 2013

Al-Abadillah

Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu 
(wafat 93 H)
Anas bin Malik urutan ke tiga dari sahabat yang banyak meriwayatkan hadist, Ia meriwayatkan sebanyak 2.286 hadits.

Anas adalah (Khadam) pelayan Rasulullah yang terpercaya, ketika ia berusia 10 tahun, ibunya Ummu sulaiman membawanya kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam untuk berkhidmat. Ayahnya bernama Malik bin an-Nadlr. Rasulullah sering bergurau dengan Anas bin Malik, dan Rasulullah sendiri tidaklah bersikap seperti seorang majikan kepada hambanya.

Anas sendiri pernah berkata:” Rasulullah Shallallahu alaihi wasssalam tidak pernah menegur apa yang aku perbuat, beliau juga tidak pernah menanyakan tentang sesuatu yang aku tidak kerjakan, akan tetapi beliau selalu mengucapkan Masya’allahu kan wa ma lam yasya”.

Anas bin Malik tidak berperang dalam perang Badar yang akbar, karena usianya masih sangat muda. Tetapi ia banyak mengikuti peperangan lainnya sesudah itu. Pada waktu Abu Bakar meminta pendapat Umar mengenai pengangkatan Anas bin Malik menjadi pegawai di Bahrain, Umar memujinya :” Dia adalah anak muda yang cerdas dan bisa baca tulis, dan juga lama bergaul dengan Rasulullah”.
Sedangkan Komentar Abu Hurairah tentangnya : “ Aku belum pernah melihat orang lain yang shalatnya menyerupai Rasulullah kecuali Ibnu Sulaiman (Anas bin Malik)”.

Ibn Sirin berkata:” Dia (Anas) paling bagus Shalatnya baik di rumah maupun ketika sedang dalam perjalanan”.

Pada hari hari terakhir masa kehidupannya, Anas pindah ke Basrah, Sebagian lain mengatakan kepindahannya karena terkena fitnah Ibn al-Asy’ats yang mendorong Hajjaj mengancamnya. Maka tidak ada jalan lain bagi anas bin Malik untuk pindah ke Basrah yang menjadikan satu satunya sahabat Nabi disana.

Itulah sebabnya para Ulama mengatakan bahawa Anas bin Malik adalah sahabat terakhir yang meninggal di Basrah., pada wafatnya Muwarriq berkata: “ Telah hilang separuh ilmu. Jika ada orang suka memperturutkan kesenangannya bila berselisih dengan kami, kami berkata kepadanya, marilah menghadap kepada orang yang pernah mendenganr dari Rasululah Shallallahu alaihi wassalam”.

Sanad paling sahih yang bersumber awalnya dari : Malik, dari az-Zuhri, dan dia (Anas bin Malik). Sedangkan yang paling Dlaif dari Dawud bin al-Muhabbir, dari ayahnya Muhabbir dari Abban bin Abi Iyasy dari dia.
Ia wafat pada tahun 93 H dalam usia melampaui seratus tahun.

Disalin dari Biografi Anas dalam Thabaqaat Ibn sa’ad 7/10 dan Tahdzib 3/319

Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu

Posted by Unknown  |  No comments

Al-Abadillah

Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu 
(wafat 93 H)
Anas bin Malik urutan ke tiga dari sahabat yang banyak meriwayatkan hadist, Ia meriwayatkan sebanyak 2.286 hadits.

Anas adalah (Khadam) pelayan Rasulullah yang terpercaya, ketika ia berusia 10 tahun, ibunya Ummu sulaiman membawanya kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam untuk berkhidmat. Ayahnya bernama Malik bin an-Nadlr. Rasulullah sering bergurau dengan Anas bin Malik, dan Rasulullah sendiri tidaklah bersikap seperti seorang majikan kepada hambanya.

Anas sendiri pernah berkata:” Rasulullah Shallallahu alaihi wasssalam tidak pernah menegur apa yang aku perbuat, beliau juga tidak pernah menanyakan tentang sesuatu yang aku tidak kerjakan, akan tetapi beliau selalu mengucapkan Masya’allahu kan wa ma lam yasya”.

Anas bin Malik tidak berperang dalam perang Badar yang akbar, karena usianya masih sangat muda. Tetapi ia banyak mengikuti peperangan lainnya sesudah itu. Pada waktu Abu Bakar meminta pendapat Umar mengenai pengangkatan Anas bin Malik menjadi pegawai di Bahrain, Umar memujinya :” Dia adalah anak muda yang cerdas dan bisa baca tulis, dan juga lama bergaul dengan Rasulullah”.
Sedangkan Komentar Abu Hurairah tentangnya : “ Aku belum pernah melihat orang lain yang shalatnya menyerupai Rasulullah kecuali Ibnu Sulaiman (Anas bin Malik)”.

Ibn Sirin berkata:” Dia (Anas) paling bagus Shalatnya baik di rumah maupun ketika sedang dalam perjalanan”.

Pada hari hari terakhir masa kehidupannya, Anas pindah ke Basrah, Sebagian lain mengatakan kepindahannya karena terkena fitnah Ibn al-Asy’ats yang mendorong Hajjaj mengancamnya. Maka tidak ada jalan lain bagi anas bin Malik untuk pindah ke Basrah yang menjadikan satu satunya sahabat Nabi disana.

Itulah sebabnya para Ulama mengatakan bahawa Anas bin Malik adalah sahabat terakhir yang meninggal di Basrah., pada wafatnya Muwarriq berkata: “ Telah hilang separuh ilmu. Jika ada orang suka memperturutkan kesenangannya bila berselisih dengan kami, kami berkata kepadanya, marilah menghadap kepada orang yang pernah mendenganr dari Rasululah Shallallahu alaihi wassalam”.

Sanad paling sahih yang bersumber awalnya dari : Malik, dari az-Zuhri, dan dia (Anas bin Malik). Sedangkan yang paling Dlaif dari Dawud bin al-Muhabbir, dari ayahnya Muhabbir dari Abban bin Abi Iyasy dari dia.
Ia wafat pada tahun 93 H dalam usia melampaui seratus tahun.

Disalin dari Biografi Anas dalam Thabaqaat Ibn sa’ad 7/10 dan Tahdzib 3/319

21.19 Share:

0 komentar:

Rabu, 24 Juli 2013




    Keselamatan di Jalan Raya
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh ^_^
Kaifa haluk ya Akhi wa ukhti ?...
 Semoga Alloh paring sehat kepada seluruh pembaca blog generus desa cibubur
J dan yang sedang di coba sakit,supaya tetap sabar J dan di beri kesembuhan oleh ALLOH SWT J cepat sembuh . Amiin

 
Sobat, semakin hari semakin banyak saja pengguna jalan raya, apalagi di ibukota, Jakarta. Bayangin aja jumlah kendaraan bermotor di jalan raya mencapin ratusan ribu, bahkan mencapai puluhan juta unit kendaraan bermotor yang keluar setiap harinya.  Ancaman keselamatan pun banyak terdapat di jalan raya. Pentingnya memikirkan keselamatan bersama di jalan raya sudah sering dihimbau oleh berbagai pihak. Namun terkadang masyarakat masih saja ada yang kurang mengindahkan himbauan tersebut. Ada saja orang yang tidak peduli dengan keselamatan orang lain. Mereka mengemudikan kendaraan dalam keadaan mabuk dan setangah mabuk serta dalam keadaan yang sudah sangat lelah dan mengantuk. Sehingga Keselamatan di jalan raya seolah bukan sesuatu yang penting. Padahal keselamatan itu penting lho sobat J. Naaah di sini mimin punya tips keselamatan bersama di jalan raya nih, mau tau ga ? mau tau aja apa mau tau banget ? hehehe . oke sobat,, cekidot.....

*    Tips Keselamatan Bersama di Jalan Raya
Sebelum keluar rumah ada baiknya kita pamitan dahulu sama yang ada di rumah, sama orang tua, kakak, adik atau bahkan dengan anggota keluarga yang lainnya. Kemudian salam,

Artinya : Semoga di beri keselamatan bagi kita semua
Kemudian di lanjut doa keluar rumah :

1.      Bagi Pejalan Kaki

Seharusnya nih ya pejalan kaki adalah pengguna jalan raya yang paling aman karena memiliki tempat khusus yang berada di sisi-sisi jalan, dan tak perlu mengendali kendaraan seperti pengendara. Namun tak jarang pejalan kaki menjadi korban kecelakaan karena ada motor yang melintas di tempat pejalan kaki. Sebagai pejalan kaki, kita hendaknya tetap waspada akan kendaraan yang mencuri-curi melintasi area pejalan kaki. Bila Anda hendak menyeberang, gunakanlah fasilitas yang semestinya yaitu zebra-cross maupun jembatan penyeberangan. Bila berjalan biasa gunakanlah trotoar yang telah di sediakan pemerintah buat pejalan kaki. Kesabaran juga harus lebih ditingkatkan. Hal ini di karena banyak pengendara motor yang berhenti pas di area zebra-cross. Kan seharusnya sang pengendara memeberhentikan kendaraannya di belakang garis putih, dan tidak pas di atas zebra-cross. Yang kedua jalan setapak untuk pelajan kaki terkadang telah dipakai untuk berdagang. Indonesia ini belum menjadi negara yang ramah terhadap pejalan kaki. Tidak seperti di negara lain, contohnya Singapura yang menyediakan begitu panjang jalur pejalan kaki dengan pemandangan yang indah dan jalur yang hijau yang tentunya sangat aman.

2.     Bagi Pengendara Kendaraan Roda 2 atau Roda 4

Berhati-hatilah dengan sesama pengendara kendaraan roda 2 lainnya. Karena dengan ukurannya yang relatif kecil, pengendara kendaraan roda 2 yang tidak bertanggung jawab sering melintas seenaknya tanpa memperhitungkan keselamatan pengguna jalan raya lainnya. Walaupun kendaraan Anda telah dilengkapi dengan kaca spion, terkadang menoleh ke belakang dan kanan kiri lebih aman untuk mengantisipasi hal seperti itu. Kendarailah kendaraan roda 2 Anda pada kecepatan normal dan hargailah sesama pengguna jalan raya lainnya. Jika akan berbelok dan Anda tidak bisa melihat kendaraan dari arah berlawanan, bunyikanlah dahulu klakson sebelum berbelok. Anda juga harus menyalakan lampu sign jika Anda hendak berpindah jalur.Sebelum berkendara baiknya kita ngecek dahulu nih sobat, keadaan kendaraan yang akan kita kendari bagaimana, apakah lagi sakit ? atau lagi fit ? hehe .
Ini dia tips dari mimin
1)     Surat-surat Penting, seperti SIM, STNK, resmi terrcatat di Kepolisian Republik Indonesia dan sebagai bukti hukum yang sah
Description: C:\Users\fathia\Downloads\opopop.jpg


                                                                                                     

2)     Bagi pengendara motor gunakan helm SNI, sobat penggunakan bukan karena takut sama polisi ya, tapi untuk melindungi bagian kepala kita. Dan accesories seperti :
Description: C:\Users\fathia\Downloads\modul_keselamatan_5.png
a)      masker/baclava yang bisa menutupi leher secara sempurna dan hidung untuk melindungi saluran pernafasan
b)      sarung tangan untuk melindungi kulit agar tidak terbakar sinar matahari
c)      jaket berguna untuk menjaga kondisi badan dari udara sekitar
d)      jas hujan untuk persiapan bila hujan turun agar badan tidak basah

3)      Bagi pengendara roda 4 atau lebih gunakan sabuk pengaman
Description: C:\Users\fathia\Downloads\memandu.jpg





4)     Perhatian rambu-rambu lalu lintas atau marka jalan
Description: C:\Users\fathia\Downloads\download (9).jpgDescription: C:\Users\fathia\Downloads\modul_keselamatan_4.png

5)     Tidak menggunakan handphone saat berkendara
Description: C:\Users\fathia\Downloads\images (15).jpg
6)     Kondisi sang pengendara, sehat kah ? sakit kah ? dan
7)     Konsentrasi saat berkendara, apabila pengendara mengemudi dalam keadaan mengantuk atau lelah, bisa berakibat fatal bagi keselamatan si pengendara itu sendiri atau bahkan kendaraan di sekitarnyaa. Usahakna berkendara dalam keadaan sehat
8)     Apabila mengantuk, istirahat dahulu sebentar, kemudian melanjutkan kembali perjalannya
9)     Cek kondisi kendaraan satu bulan sekali, mualai dari rem, lampu utama, lampu kabut, kondisi ban, bahan bakar, wiper, klakson, kaca spion, oli dan lain sebagainya.










Setelah mengecek semua kelengkapan di atas jangan lupa untuk membaca doa
do'a naik kendaraan
بِسْمِ اللهِ، الْحَمْدُ لِلَّهِ {سُبْحَانَ الَّذِيْ سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِيْنَ. وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُوْنَ} الْحَمْدُ لِلَّهِ، الْحَمْدُ لِلَّهِ، الْحَمْدُ لِلَّهِ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ إِنِّيْ ظَلَمْتُ نَفْسِيْ فَاغْفِرْ لِيْ، فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ.
Bismillaah, Alhamdulillaahi { Subhaanalladzii sakhkharalanaa hadzaa wamaa kunnaa lahu muqriniina, wainnaa ilaa Rabbinaa lamunqalibuun }

“Dengan nama Allah, segala puji bagi Allah, Maha Suci Tuhan yang menundukkan kendaraan ini untuk kami, padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya. Dan sesung-guhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami (di hari Kiamat). Segala puji bagi Allah (3x), Maha Suci Engkau, ya Allah! Sesungguhnya aku menganiaya diriku, maka ampunilah aku. Sesungguhnya tidak ada yang mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau.” (HR. Abu Dawud 3/34, At-Tirmidzi 5/501, dan lihat Shahih At-Tirmidzi 3/156. )
                                                      
Sekain info keselamatn di jalan raya dari mimin, apabila kawan-kawan semua punya info lebih boleh di posting di blog kami
Atas perhatiaanya saya ucapakan terimakasih
Wassamualaikum warahmatullahi wabarakatuh ^_^
Semoga bermanfaat ^_^

Sumber-sumber
*      www.kompasiana.com
*      www.annehira.com
*      www.tempo

Utamakan Keselamatan

Posted by Unknown  |  No comments




    Keselamatan di Jalan Raya
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh ^_^
Kaifa haluk ya Akhi wa ukhti ?...
 Semoga Alloh paring sehat kepada seluruh pembaca blog generus desa cibubur
J dan yang sedang di coba sakit,supaya tetap sabar J dan di beri kesembuhan oleh ALLOH SWT J cepat sembuh . Amiin

 
Sobat, semakin hari semakin banyak saja pengguna jalan raya, apalagi di ibukota, Jakarta. Bayangin aja jumlah kendaraan bermotor di jalan raya mencapin ratusan ribu, bahkan mencapai puluhan juta unit kendaraan bermotor yang keluar setiap harinya.  Ancaman keselamatan pun banyak terdapat di jalan raya. Pentingnya memikirkan keselamatan bersama di jalan raya sudah sering dihimbau oleh berbagai pihak. Namun terkadang masyarakat masih saja ada yang kurang mengindahkan himbauan tersebut. Ada saja orang yang tidak peduli dengan keselamatan orang lain. Mereka mengemudikan kendaraan dalam keadaan mabuk dan setangah mabuk serta dalam keadaan yang sudah sangat lelah dan mengantuk. Sehingga Keselamatan di jalan raya seolah bukan sesuatu yang penting. Padahal keselamatan itu penting lho sobat J. Naaah di sini mimin punya tips keselamatan bersama di jalan raya nih, mau tau ga ? mau tau aja apa mau tau banget ? hehehe . oke sobat,, cekidot.....

*    Tips Keselamatan Bersama di Jalan Raya
Sebelum keluar rumah ada baiknya kita pamitan dahulu sama yang ada di rumah, sama orang tua, kakak, adik atau bahkan dengan anggota keluarga yang lainnya. Kemudian salam,

Artinya : Semoga di beri keselamatan bagi kita semua
Kemudian di lanjut doa keluar rumah :

1.      Bagi Pejalan Kaki

Seharusnya nih ya pejalan kaki adalah pengguna jalan raya yang paling aman karena memiliki tempat khusus yang berada di sisi-sisi jalan, dan tak perlu mengendali kendaraan seperti pengendara. Namun tak jarang pejalan kaki menjadi korban kecelakaan karena ada motor yang melintas di tempat pejalan kaki. Sebagai pejalan kaki, kita hendaknya tetap waspada akan kendaraan yang mencuri-curi melintasi area pejalan kaki. Bila Anda hendak menyeberang, gunakanlah fasilitas yang semestinya yaitu zebra-cross maupun jembatan penyeberangan. Bila berjalan biasa gunakanlah trotoar yang telah di sediakan pemerintah buat pejalan kaki. Kesabaran juga harus lebih ditingkatkan. Hal ini di karena banyak pengendara motor yang berhenti pas di area zebra-cross. Kan seharusnya sang pengendara memeberhentikan kendaraannya di belakang garis putih, dan tidak pas di atas zebra-cross. Yang kedua jalan setapak untuk pelajan kaki terkadang telah dipakai untuk berdagang. Indonesia ini belum menjadi negara yang ramah terhadap pejalan kaki. Tidak seperti di negara lain, contohnya Singapura yang menyediakan begitu panjang jalur pejalan kaki dengan pemandangan yang indah dan jalur yang hijau yang tentunya sangat aman.

2.     Bagi Pengendara Kendaraan Roda 2 atau Roda 4

Berhati-hatilah dengan sesama pengendara kendaraan roda 2 lainnya. Karena dengan ukurannya yang relatif kecil, pengendara kendaraan roda 2 yang tidak bertanggung jawab sering melintas seenaknya tanpa memperhitungkan keselamatan pengguna jalan raya lainnya. Walaupun kendaraan Anda telah dilengkapi dengan kaca spion, terkadang menoleh ke belakang dan kanan kiri lebih aman untuk mengantisipasi hal seperti itu. Kendarailah kendaraan roda 2 Anda pada kecepatan normal dan hargailah sesama pengguna jalan raya lainnya. Jika akan berbelok dan Anda tidak bisa melihat kendaraan dari arah berlawanan, bunyikanlah dahulu klakson sebelum berbelok. Anda juga harus menyalakan lampu sign jika Anda hendak berpindah jalur.Sebelum berkendara baiknya kita ngecek dahulu nih sobat, keadaan kendaraan yang akan kita kendari bagaimana, apakah lagi sakit ? atau lagi fit ? hehe .
Ini dia tips dari mimin
1)     Surat-surat Penting, seperti SIM, STNK, resmi terrcatat di Kepolisian Republik Indonesia dan sebagai bukti hukum yang sah
Description: C:\Users\fathia\Downloads\opopop.jpg


                                                                                                     

2)     Bagi pengendara motor gunakan helm SNI, sobat penggunakan bukan karena takut sama polisi ya, tapi untuk melindungi bagian kepala kita. Dan accesories seperti :
Description: C:\Users\fathia\Downloads\modul_keselamatan_5.png
a)      masker/baclava yang bisa menutupi leher secara sempurna dan hidung untuk melindungi saluran pernafasan
b)      sarung tangan untuk melindungi kulit agar tidak terbakar sinar matahari
c)      jaket berguna untuk menjaga kondisi badan dari udara sekitar
d)      jas hujan untuk persiapan bila hujan turun agar badan tidak basah

3)      Bagi pengendara roda 4 atau lebih gunakan sabuk pengaman
Description: C:\Users\fathia\Downloads\memandu.jpg





4)     Perhatian rambu-rambu lalu lintas atau marka jalan
Description: C:\Users\fathia\Downloads\download (9).jpgDescription: C:\Users\fathia\Downloads\modul_keselamatan_4.png

5)     Tidak menggunakan handphone saat berkendara
Description: C:\Users\fathia\Downloads\images (15).jpg
6)     Kondisi sang pengendara, sehat kah ? sakit kah ? dan
7)     Konsentrasi saat berkendara, apabila pengendara mengemudi dalam keadaan mengantuk atau lelah, bisa berakibat fatal bagi keselamatan si pengendara itu sendiri atau bahkan kendaraan di sekitarnyaa. Usahakna berkendara dalam keadaan sehat
8)     Apabila mengantuk, istirahat dahulu sebentar, kemudian melanjutkan kembali perjalannya
9)     Cek kondisi kendaraan satu bulan sekali, mualai dari rem, lampu utama, lampu kabut, kondisi ban, bahan bakar, wiper, klakson, kaca spion, oli dan lain sebagainya.










Setelah mengecek semua kelengkapan di atas jangan lupa untuk membaca doa
do'a naik kendaraan
بِسْمِ اللهِ، الْحَمْدُ لِلَّهِ {سُبْحَانَ الَّذِيْ سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِيْنَ. وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُوْنَ} الْحَمْدُ لِلَّهِ، الْحَمْدُ لِلَّهِ، الْحَمْدُ لِلَّهِ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ إِنِّيْ ظَلَمْتُ نَفْسِيْ فَاغْفِرْ لِيْ، فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ.
Bismillaah, Alhamdulillaahi { Subhaanalladzii sakhkharalanaa hadzaa wamaa kunnaa lahu muqriniina, wainnaa ilaa Rabbinaa lamunqalibuun }

“Dengan nama Allah, segala puji bagi Allah, Maha Suci Tuhan yang menundukkan kendaraan ini untuk kami, padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya. Dan sesung-guhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami (di hari Kiamat). Segala puji bagi Allah (3x), Maha Suci Engkau, ya Allah! Sesungguhnya aku menganiaya diriku, maka ampunilah aku. Sesungguhnya tidak ada yang mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau.” (HR. Abu Dawud 3/34, At-Tirmidzi 5/501, dan lihat Shahih At-Tirmidzi 3/156. )
                                                      
Sekain info keselamatn di jalan raya dari mimin, apabila kawan-kawan semua punya info lebih boleh di posting di blog kami
Atas perhatiaanya saya ucapakan terimakasih
Wassamualaikum warahmatullahi wabarakatuh ^_^
Semoga bermanfaat ^_^

Sumber-sumber
*      www.kompasiana.com
*      www.annehira.com
*      www.tempo

21.12 Share:

0 komentar:

Get updates in your email box
Complete the form below, and we'll send you the best coupons.

Deliver via FeedBurner

Labels

Text Widget

Artikel Lain nya

back to top